Beberapa karakter topeng Malangan yang sering dijadikan inspirasi motif desain batik khas Malang. (Foto: adityaapratama)
BATUKITA (KOTA MALANG) - Pemerintah Kota Malang menggelar kompetisi desain motif batik khas Malang 2019. Kompetisi sejenis pernah dilakukan. Tetapi belum ada motif desain batik yang paten dan dipatenkan.
Pemerintahan pimpinan Sutiaji ini mendorong desainer dan penggiat batik untuk menelurkan ide-ide segar di luar konsep lama yang sudah mengakar. Konsep lama yang dimaksud adalah topeng Malangan, tugu (Alun Alun Tugu) atau bunga teratai.
"Kami mendorong munculnya ide-ide kreatif tentang motif batik Malangan. Pasti ada tema-tema selain tugu, topeng atau bunga teratai," harap Kabid Industri Logam, Mesin, Elektronika, Tekstil dan Aneka (ILMETA) Dinas Perindustrian Kota Malang Drs Fahmi Fauzan, Rabu (13/3/2019).
Pada lomba-lomba sebelumnya, topeng banyak dijadikan sebagai tema karena desainer dan masyarakat menganggap topeng (berasal dari karakter tari/wayang topeng) adalah kebudayaan asli Malang.
Menurut Drs Robby Hidajat M.Sn dalam Wayang Topeng Malang, laporan otentik tentang wayang topeng ditulis oleh Pigeaud (1938) dalam Javaanse Volksvertoningen.
Dalam buku Javaanse Volksvertoningen, Pigeaud mencatat cerita Bupati Malang Adipati Ario Suriodiningrat. Bahwa pada 1928 di Kabupaten Malang terdapat pemain-pemain topeng terkenal dari Desa Pucangsongo, Tumpang. Topengnya dibuat oleh perajin di Polowijen yang dulu masuk Kecamatan Karangploso. Tokoh wayang topeng dari Polowijen ini bernama Reni.
Fahmi menerangkan, pihaknya ingin ada motif batik yang benar-benar khas yang akan digali. Selanjutnya, motif yang baru itu bisa dipatenkan. Selama ini, menurut Fahmi, belum ada motif batik Malangan yang dipatenkan dan dianggap sebagai motif batik asli Malang.
Meski mencari tema lain, Fahmi sepakat bahwa motif batik Malangan tetap harus digali dari akar budaya Malang. Akar budaya ini tentu sangat beragam. Akar budaya sangat berkaitan dengan bahasa atau cara berkomunikasi, kebiasaan di suatu daerah atau adat istiadat.
Fahmi juga berkeinginan agar lomba desain motif batik kali ini bisa kembali menggairahkan industri batik, khususnya di wilayah Kota Malang. Pemerintah dalam hal ini ingin terus memfasilitasi agar perbatikan di Kota Malang terus berkembang.
Sementara itu, pembukaan lomba desain motif batik Malangan dilakukan 13 Maret 2019. Pembukaan diisi dengan seminar bertema "Menggali dan Menemukan Desain Motif Batik Malangan, antara Heritage dan Tren Fashion". Seminar digelar di Hotel Pelangi Kota Malang.
Dalam seminar itu, Dinas Perindustrian Kota Malang menghadirkan empat orang narasumber. Yakni sejarawan Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono; Ketua PHRI Kota Malang sekaligus Ketua Yayasan Inggil, Dwi Cahyono; guru membatik SMKN 5 KOta Malang, Suroso; dan Agus Sunandar dari Indonesia Fashion Chamber (IFC).
Hadir dalam seminar puluhan warga dari berbagai kelompok kerajinan, komunitas dan pembatik di Kota Malang. Mereka mendapatkan penjelasan dan pemahaman budaya dan sejarah motif batik Malang sejak era kerajaan.
Untuk tahapan lomba, pendaftaran terbuka untuk umum, semua warga negara Indonesia. Pendaftaran mulai 13-20 Maret 2019. Karya yang didaftarkan adalah karya asli, orisinal, bukan tiruan dan belum pernah diikutkan dalam lomba sejenis. Formulir pendaftaran bisa diunduh di website http://www.disperin.malangkota.go.id. Desain motif dituangkan di atas kertas ukuran A4 dan diberi warna.
Tahapan selanjutnya adalah seleksi 20 finalis yang dilaksanakan 21 Maret 2019. Para finalis akan mempresentasikan karyanya pada 23 Maret 2019. Bagi peserta yang lolos akan masuk tahap inkubasi atau pembinaan hingga motif berwujud kain batik. Masa inkubasi diagendakan 25-30 MAret 2019. Tahap akhir adalah pengumuman pemenang pada 1 April 2019 di acara Dekranasda Fair 2019.
"Kami sediakan uang tunai 15 juta rupiah untuk pemenang pertama, 10 juta untuk yang kedua dan 7,5 juta untuk pemenang ketiga," beber Fauzan. (*)
Penulis: John
Editor: John
Pemerintahan pimpinan Sutiaji ini mendorong desainer dan penggiat batik untuk menelurkan ide-ide segar di luar konsep lama yang sudah mengakar. Konsep lama yang dimaksud adalah topeng Malangan, tugu (Alun Alun Tugu) atau bunga teratai.
"Kami mendorong munculnya ide-ide kreatif tentang motif batik Malangan. Pasti ada tema-tema selain tugu, topeng atau bunga teratai," harap Kabid Industri Logam, Mesin, Elektronika, Tekstil dan Aneka (ILMETA) Dinas Perindustrian Kota Malang Drs Fahmi Fauzan, Rabu (13/3/2019).
Pada lomba-lomba sebelumnya, topeng banyak dijadikan sebagai tema karena desainer dan masyarakat menganggap topeng (berasal dari karakter tari/wayang topeng) adalah kebudayaan asli Malang.
Menurut Drs Robby Hidajat M.Sn dalam Wayang Topeng Malang, laporan otentik tentang wayang topeng ditulis oleh Pigeaud (1938) dalam Javaanse Volksvertoningen.
Dalam buku Javaanse Volksvertoningen, Pigeaud mencatat cerita Bupati Malang Adipati Ario Suriodiningrat. Bahwa pada 1928 di Kabupaten Malang terdapat pemain-pemain topeng terkenal dari Desa Pucangsongo, Tumpang. Topengnya dibuat oleh perajin di Polowijen yang dulu masuk Kecamatan Karangploso. Tokoh wayang topeng dari Polowijen ini bernama Reni.
Fahmi menerangkan, pihaknya ingin ada motif batik yang benar-benar khas yang akan digali. Selanjutnya, motif yang baru itu bisa dipatenkan. Selama ini, menurut Fahmi, belum ada motif batik Malangan yang dipatenkan dan dianggap sebagai motif batik asli Malang.
Meski mencari tema lain, Fahmi sepakat bahwa motif batik Malangan tetap harus digali dari akar budaya Malang. Akar budaya ini tentu sangat beragam. Akar budaya sangat berkaitan dengan bahasa atau cara berkomunikasi, kebiasaan di suatu daerah atau adat istiadat.
Fahmi juga berkeinginan agar lomba desain motif batik kali ini bisa kembali menggairahkan industri batik, khususnya di wilayah Kota Malang. Pemerintah dalam hal ini ingin terus memfasilitasi agar perbatikan di Kota Malang terus berkembang.
Sementara itu, pembukaan lomba desain motif batik Malangan dilakukan 13 Maret 2019. Pembukaan diisi dengan seminar bertema "Menggali dan Menemukan Desain Motif Batik Malangan, antara Heritage dan Tren Fashion". Seminar digelar di Hotel Pelangi Kota Malang.
Dalam seminar itu, Dinas Perindustrian Kota Malang menghadirkan empat orang narasumber. Yakni sejarawan Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono; Ketua PHRI Kota Malang sekaligus Ketua Yayasan Inggil, Dwi Cahyono; guru membatik SMKN 5 KOta Malang, Suroso; dan Agus Sunandar dari Indonesia Fashion Chamber (IFC).
Hadir dalam seminar puluhan warga dari berbagai kelompok kerajinan, komunitas dan pembatik di Kota Malang. Mereka mendapatkan penjelasan dan pemahaman budaya dan sejarah motif batik Malang sejak era kerajaan.
Untuk tahapan lomba, pendaftaran terbuka untuk umum, semua warga negara Indonesia. Pendaftaran mulai 13-20 Maret 2019. Karya yang didaftarkan adalah karya asli, orisinal, bukan tiruan dan belum pernah diikutkan dalam lomba sejenis. Formulir pendaftaran bisa diunduh di website http://www.disperin.malangkota.go.id. Desain motif dituangkan di atas kertas ukuran A4 dan diberi warna.
Tahapan selanjutnya adalah seleksi 20 finalis yang dilaksanakan 21 Maret 2019. Para finalis akan mempresentasikan karyanya pada 23 Maret 2019. Bagi peserta yang lolos akan masuk tahap inkubasi atau pembinaan hingga motif berwujud kain batik. Masa inkubasi diagendakan 25-30 MAret 2019. Tahap akhir adalah pengumuman pemenang pada 1 April 2019 di acara Dekranasda Fair 2019.
"Kami sediakan uang tunai 15 juta rupiah untuk pemenang pertama, 10 juta untuk yang kedua dan 7,5 juta untuk pemenang ketiga," beber Fauzan. (*)
Penulis: John
Editor: John