Pembelajaran di Era Revolusi Industri 4.0

pembelajaran era 4.0

ilustrasi guru dan murid serta dunia pendidikan yang berubah seiring dengan revolusi industri 4.0 berbasis teknologi informasi (Shabrina for BATUKITA.com)

Guru dituntut mampu memberikan kepada siswa keterampilan yang dibutuhkan oleh Revolusi Industri 4.0. Pembelajaran harus merujuk pada empat karakter belajar abad 21, yaitu berpikir kritis dan pemecahan masalah, kreatif dan inovasi, kolaborasi, dan komunikasi

Revolusi industri 4.0 atau revolusi industri keempat adalah suatu era yang memandang teknologi informasi menjadi basis dalam kehidupan manusia. Penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas akibat perkembangan internet dan teknologi digital yang masif sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin, menyebabkan segala hal menjadi tanpa batas.

Era ini juga akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, tanpa kecuali bidang pendidikan. Seturut dengan itu, proses pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah dimungkinkan juga akan terjadi disrupsi.

Dengan terbukanya arus informasi dan komunikasi saat ini, pengembangan pola pembelajaran campuran (blended learning) merupakan suatu alternatif yang bisa dipilih dalam rangka memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi.

Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dengan menggunakan metode campuran, seorang guru perlu memiliki pengetahuan teknologi, yakni pengetahuan tentang bagaimana menggunakan hardware dan software dan menghubungkan antara keduanya.

Guru dituntut memiliki kompetensi tentang isi materi pelajaran. Selain itu, sudah barang pasti guru harus memiliki kompetensi tentang pengetahuan pedagogical, yakni pengetahuan tentang karakteristik siswa, teori belajar, model atau metode pembelajaran, serta penilaian proses dan hasil belajar.

Guru bahasa dan sastra Indonesia diharapkan mampu memberikan kepada siswa keterampilan yang dibutuhkan oleh Revolusi Industri keempat, yaitu kemampuan teknis, kreativitas, dan pemecahan masalah yang inovatif.

Jika disadari bahwa Revolusi 4.0 bertalian dengan banyak variabel dan menuntut respon yang kompleks, maka tanggung jawab yang dipikul guru tidak ringan. Tanggung jawab tersebut sepatutnyalah dipandang guru sebagai tantangan yang harus ditunaikan.

Tantangan tersebut makin menarik manakala guru menyadari bahwa para siswa abad ke-21 datang ke sekolah dengan pengalaman dan harapan yang berbeda dengan para siswa di abad ke-20, tatkala guru-guru sekarang, dahulu masih menjadi siswa.

Pengguna digital yang pintar, multi-media, multi-tasking ini menavigasi kehidupan sehari-hari yang sangat berbeda dengan siswa beberapa dekade yang lalu. Mereka pun belajar dengan gaya dan cara yang berbeda.

Untuk itu, penumbuhkembangan minat dan motivasi belajar serta bentuk fasilitasi belajar bagi mereka pun tentu berbeda. Pendekatan dan pola interaksi yang dipraktikkan guru pun berbeda.

Para siswa lebih membutuhkan guru yang terbuka, adaptif, dan akomodatif terhadap berbagai kebutuhan siswa, baik untuk penyediaan materi ajar, penggunaan model pembelajaran dan teknik penilaian, dan penciptaaan atmosfir belajar yang menantang.

Guru dituntut mampu memberikan kepada siswa keterampilan yang dibutuhkan oleh Revolusi Industri 4.0. Pembelajaran harus merujuk pada empat karakter belajar abad 21, yaitu berpikir kritis dan pemecahan masalah, kreatif dan inovasi, kolaborasi, dan komunikasi.

Dibutuhkan kerjasama antara pemerintah dan guru yang harus memiliki kemampuan mengembangkan bahan ajar yang bukan saja berorientasi pada pengembangan kompetensi berbahasa Indonesia dan apresiasi sastra, tapi juga mengakomodasi berbagai tuntutan yang bersifat lebih makro serta berbagai kebutuhan. peserta didik, seperti pendidikan multikultural dan pendidikan ekologi.

Pola pembelajaran campuran merupakan suatu alternatif yang bisa dipilih untuk memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi. Penilaian autentik yang menekan proses dan hasil pembelajaran harus diterapkan. Sebagai pendidik para guru dapat mewujudkan tantangan tersebut. (*)

Opini Penulis: 
Shabrina  Nola  Rizqy, mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia