Kondisi salah satu ruas jogging track yang membelah sawah di Desa Anggabaya, Penatih, Kota Denpasar, Bali (Foto: arimbawajatayu.blogspot.com for BATUKITA.com)
BATUKITA.COM-Kota Batu - Wisata olahraga atau sport tourism menjadi sangat potensial dalam masa pandemi COVID-19 yang mulai awal 2020 lalu tak kunjung berakhir. Salah satu bentuk wisata olahraga adalah jogging. Yang dinamakan jogging adalah lari-lari kecil atau jalan cepat.
Jogging track alias lintasan jogging diperlukan untuk mendukung wisata olahraga berwujud lari kecil dan jalan cepat tersebut.
Tak harus membangun yang baru dengan modal besar, jogging track bisa memanfaatkan pematang atau jalan-jalan kecil yang membelah sawah.
Termasuk mendesain ulang jalan setapak yang melintasi kebun, tepi sungai, lereng bukit atau areal perkampungan petani.
Yang bisa dirujuk sebagai salah satu jogging track ideal adalah jogging track di Desa Anggabaya, Penatih, Kota Denpasar, Bali. Jogging track ini diresmikan pada 2016 lalu.
Lintasan jogging di Desa Anggabaya menggunakan pembatas subak (pematang sawah) yang didesain ulang menggunakan paving blok.
Lintasan lari santai atau jogging track ini awalnya merupakan jalan setapak yang biasa disebut masyarakat setempat dengan nama jalan subak. Demikian disadur dari penelitian I Nyoman Sudiarta dan Putu Eka Wirawan dalam Jogging Track sebagai Daya Tarik Wisata Kota Denpasar.
Demi kenyamanan dan keamanan pengunjung, maka jalan setapak itu dibuat menjadi jalan semi permanen dengan paving blok.
Jogging track itu dibangun mengikuti struktur topografi alami dari lahan persawahan yang naik-turun, menyamai jalan subak sebelumnya.
Jogging Track itu biasanya digunakan untuk olahraga pada pagi atau sore hari. Di pagi hari, para pengunjung dapat melihat aktivitas petani.
Keindahan alam persawahan menjadi salah satu bentuk terapi kesehatan jiwa. Termasuk juga pemandangan seni arsitektur bangunan dan aktivitas sosial budaya masyarakat.
Keberadaan jogging track di Desa Anggabaya, Penatih ini adalah seiring waktu telah membuka lapangan pekerjaan baru.
Muncul pedagang, art maker, pegawai kebersihan, keamananan, pengelola parkir dan banyak lainnya.
Jogging track itu dikelola dan diatur sehingga tetap eksis hingga kini.
Potret jogging track di Desa Angabaya, Bali saat menjelang sore (Foto: foto: Instagram @biillyk )
Dalam Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Juli-Desember 2018, Vol.8, No.2, Nyoman Sudiarta dan Putu Eka Wirawan menjelaskan secara detail mekanisme pengembangan jogging track sebagai daya tarik wisata.
Pertama, pengembangan partisipasi masyarakat dilakukan dengan:
- a) Sosialisasi mengenai keberadaan jogging track dan program kerja pengembangan daya tarik wisata yang akan dilakukan.
- b) Pelibatan masyarakat pada setiap perumusan kebijakan dalam pengembangan daya tarik wisata.
- c) Pengembangan pelibatan masyarakat dalam menjaga kebersihan sepanjang jogging track
- d) Pelaksanaan kegiatan di desa pada areal jogging track
Poin kedua adalah pengembangan pemasaran daya tarik wisata. Hal ini dapat dilakukan dengan:
- a) Pengenalan identitas daya tarik wisata pada setiap kegiatan resmi yang dilakukan pihak desa dan anggota masyarakat
- b) Pengembangan pemasaran aktif dengan melibatkan pemuda dan anggota subak
Lalu poin ketiga dalam pengembangan jogging track itu adalah pengembangan sarana dan prasarana wisata. Hal itu dapat dilakukan dengan:
- a) Perluasan areal subak.
- b) Penentuan rumah warga sebagai lokasi home stay.
- c) Pengembangan rumah contoh sebagai pusat pengenalan arsitektur tradisional.
Poin keempat dalam pengembangan adalah perlu atraksi wisata reguler, misalnya:
- a) Penawaran workshop mengukir, membatik, menenun.
- b) Penawaran paket kegiatan outbond bagi siswa TK, SD, SMP. (*)
Yosi Arbianto