Sound of Borobudur, Gerakan Global Bunyikan Alat Musik Abad IX

sound of borobudur sandiaga uno

Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif RI, Sandiaga S Uno (kiri) ketika membuka International Conference Sound of Borobudur: MUSICoverNATIONS, Kamis 24 Juni 2021 (Foto: Sound of Borobudur for BATUKITA.com)

BATUKITA.COM-Magelang - Gerakan bernama Sound of Borobudur terus menggema kemana-mana. Para musisi menggandeng pemerintah, pegiat budaya dan aktivis masyarakat bekerja keras mewujudkan pusat musik etnik dunia di Borobudur Jawa Tengah.

Hingga tahun kelima semenjak dicetuskan 2016 lalu, gerakan Sound of Borobudur ini meniti beragam jalan agar Borobudur sebagai pusat musik dunia bisa terwujud.

Salah satunya lewat konferensi internasional yang dihelat pada Kamis 24 Juni 2021. Nama konferensinya: International Conference Sound of Borobudur: MUSICoverNATIONS. Temanya Menggali Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa Melalui Musik.

Konferensi ini mendiskusikan bagaimana merangkai kembali keterhubungan antar bangsa melalui alat musik yang terpahat di relief candi Borobudur. Luar biasanya, alat musik yang terpahat di candi Buddha abad ke-9 itu merupakan alat musik yang tersebar di seluruh provinsi Indonesia dan 40 negara dunia.

Selain itu, konferensi membahas proyeksi membangun sound destination sebagai destinasi baru dan Sound of Borobudur sebagai sebuah alternatif destinasi baru dalam dunia pariwisata.

Konferensi itu menghadirkan Keynote Speaker Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif RI, Sandiaga S Uno.  Ada pula Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Perwakilan Yayasan Padma Sada Svagantara, Purwa Caraka.

Juga ada Prof Emerita Margaret Kartomi AM, FAHA, Dr. Phil sebagai guru besar di Sir Zelman Cowen School of Music and Performance, Monash University, Australia.

Termasuk Addie MS, pendiri Twilite Orchestra; Tantowi Yahya, Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh untuk Selandia Baru, Samoa, Tonga, Cook Islands dan Niue dan Duta Besar Keliling untuk Wilayah Pasifik.

Narasumber juga ada Prof. DR. M. Baiquni MA, pakar geografi pembangunan, pendiri Sustainable Tourism Action Research Society, dan mantan Ketua Program Magister Kajian Pariwisata Sekolah Pasca Sarjana Unversitas Gadjah Mada (UGM.

Lalu Dr Muhammad Amin, S.Sn., M.Sn, MA Kemenparekraf Direktur Musik, Direktur Industri Musik, Seni Pertunjukan, dan Penerbitan Kemenparekraf RI; Moe Chiba Representative UNESCO dan Sulaeman Shehdek Representative VITO (Visit Indonesia Tourism Officer)

Konferensi diadakan secara hybrid. Yaitu secara luring (offline) untuk undangan dan secara daring adalah seluruh peserta dari seluruh dunia melalui link Zoom dan Youtube.

Dalam konferensi itu juga disajikan penampilan 11 orang musisi dari 10 negara. Mereka memainkan alat-alat musik yang terpahat di relief Candi Borobudur, berkolaborasi dengan Dewa Budjana, Trie Utami, dan kawan-kawan dari Sound of Borobudur Orchestra. Mereka memainkan karya-karya komposisi Sound of Borobudur.

Apa Sih Gerakan Sound of Borobudur Itu

Gagasan Sound of Borobudur lahir pertama kalinya pada pertengahan Oktober 2016. Gerakan lahir di dalam sebuah acara bernama Borobudur Cultural Feast, yang meliputi aktivitas “Sonjo Kampung” dan selebrasi pentas seni budaya di lima panggung.
 
Saat itu tim Japung Nusantara (Jaringan Kampung Nusantara) sedang berdiskusi mempelajari literatur buku foto-foto karya Kassian Cephas tentang relief Karmawibhangga. Tim Japung Nusantara terdiri dari Trie Utami, Rully Fabrian, Redy Eko Prastyo, KRMT Indro Kimpling Suseno, dan Bachtiar Djanan. Diskusi dilakukan santai di kediaman KRMT Indro Kimpling Suseno, sang pemrakarsa Borobudur Cultural Feast.

sound of borobudur performance trie utami dewa budjana
 
Pada literatur tersebut ditemukan foto-foto alat musik di relief Karmawibhangga yang bentuknya cukup jelas.

Bergulirlah gagasan untuk dapat menghadirkan kembali alat-alat musik yang tergambar pada relief Karmawibhangga ini dalam wujud fisik, serta membunyikannya kembali. Inilah inti gerakan Sound of Borobudur.

Saat itu disepakati untuk merekonstruksi tiga instrumen musik dawai, yang bentuknya diambil dari relief Karmawibhangga nomor 102, 125, dan 151.

Pengerjaan pembuatan tiga alat musik ini dipercayakan kepada Ali Gardy Rukmana, seniman muda dari Situbondo, Jawa Timur.

Ketiga buah dawai ini ditampilkan di depan publik untuk pertama kalinya pada acara Sonjo Kampung yang bertempat di Omah Mbudur, Dusun Jowahan, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur.

Kemudian alat-alat musik ini diluncurkan dalam acara pembukaan Borobudur Cultural Feast pada tanggal 17 Desember 2016, di lapangan Lumbini yang berada di area Candi Borobudur.

Dalam launching ini dibawakan tiga buah komposisi yang dimainkan oleh Dewa Budjana, Ali Gardy, Redy Eko Prastyo, Rayhan Sudrajat, John Arief, dan Agus Wayan Joko Prihatin.

Sementara Trie Utami tampil sebagai vokalis, sedangkan koreografer sekaligus penari Didik Nini Thowok merespon komposisi dengan tari.

Eksplorasi Lanjutan Alat Musik

Trie Utami dan tim tidak berhenti di acara peluncuran tersebut. Ia berinisiatif terus bergerak. Yakni mengeksplorasi, meriset, mewujudkan, dan membunyikan kembali berbagai alat musik yang tepahat di relief-relief Karmawibhangga, Jataka, Lalitavistara, Avadana, dan Gandavyuha di candi Borobudur.

Hasil eksplorasi tersebut menghasilkan temuan luar biasa. Lebih dari 200 relief yang terdapat di 40 panel di candi ini, menampilkan lebih dari 40 jenis instrumen alat musik.

Terdiri dari alat musik musik kordofon (petik), aerofon (tiup), idiofon (pukul), dan membranofon (membran).

Sebagian alat-alat musik tersebut masih dapat dijumpai hingga hari ini dan dimainkan di pelosok 34 provinsi di Indonesia, serta menyebar ke 40 negara di seluruh dunia.
 
sound of borobudur performance
 
Pada Januari 2017, Sound of Borobudur melakukan penampilan keduanya. Kali ini disaksikan Menteri BUMN, Rini Mariani Soemarno. Lokasi konser di Balkondes (Balai Ekonomi Desa) Karangrejo, pada kegiatan BUMN Hadir Untuk Negeri “Explore Borobudur”, dengan formasi 8 musisi.

Selanjutnya, pada acara Borobudur International Festival 2017 yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada 28-30 Juli 2017. Pagelaran seni budaya lintas bangsa ini ditutup pementasan  Sound of Borobudur, masih dengan formasi 8 orang personel.

Seiring waktu, Sound of Borobudur semakin serius. Misalnya dengan melibatkan Purwa Tjaraka, sebagai musikus dan komponis senior sekaligus pendiri Purwacaraka Music Studio.

Pada 6 Januari 2020, Sound of Borobudur tampil dalam puncak dalam acara Festival Pamalayu yang digelar Pemerintah Kabupaten Dharmasraya Sumatera Barat di Candi Padang Roco, Kabupaten Dharmasraya.

Kali ini tampil dengan formasi 14 personel dan instrumen yang semakin bertambah, hasil dari proses merekonstruksi kembali satu-persatu alat-alat musik yang tergambar di relief. Mereka membawakan berbagai komposisi yang tengah digarap dalam proses rekaman album Sound of Borobudur.

Pengumpulan data, wawancara, riset studi literasi, dan rekonstruksi pembuatan alat-alat musik yang bentuknya diambil dari pahatan relief Borobudur, dilakukan dari tahun 2017 sampai 2019.

Termasuk mengumpulkan berbagai alat musik yang hari ini masih ada dan dimainkan di berbagai penjuru Nusantara.

Saat ini, Sound of Borobudur telah berhasil melakukan rekonstruksi alat musik sebanyak 18 instrumen dawai dari kayu, 5 instrumen berbahan gerabah, dan satu buah instrumen idiofon yang terbuat dari besi.

Sound of Borobudur terus berkembang menjadi sebuah orkestra yang melibatkan 40 musisi dalam proses penciptaan, aransemen, dan album rekaman yang berisi 12 komposisi lagu. Semuanya dimainkan dalam beragam instrumen yang berasal dari relief Borobudur, dengan Purwa Tjaraka sebagai Executive Producer.

Pertanggungjawaban Akademik

Sejak 2016, gerakan Sound of Borobudur telah melakukan banyak proses. Dalam perjalanan panjang tersebut, lahir dan berkembanglah berbagai rumusan dan gagasan yang diharapkan dapat semakin menguatkan berbagai ranah strategis yang dapat diusung oleh gerakan ini.

Untuk membuat sistematika manajemen yang efektif, efisien, dan terukur dalam konteks Sound of Borobudur sebagai sebuah gerakan, maka Sound of Borobudur dikelola dalam sebuah wadah Yayasan Padma Sada Svargantara. Yayasan ini diinisiasi Trie Utami, Purwa Tjaraka, Dewa Budjana, Rully Fabrian, Santi G. Purwa, dan Budi Setiawan (Budi Dalton).
 
sound of borobudur international conference
 
Sound of Borobudur berupaya melakukan pertanggungjawaban ilmiah mengenai gagasan membunyikan alat-alat musik yang berasal dari relief di candi Borobudur. Yakni melalui Seminar dan Lokakarya daring "Borobudur sebagai Pusat Musik Dunia", pada 7-9 April 2021 lalu. (*)
 
Yosi Arbianto