Apa Itu Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Mari Kita Pahami

penyakit mulut dan kuku pada sapi

Apa sih sebenarnya  PMK ini? Apakah bisa menular ke manusia? Penyebabnya apa? Apakah daging dan susu aman dikonsumsi? Haruskah membuat panik?(Foto: courtesy Alena Demidyuk / Shutterstock.com for BATUKITA.com)

BATUKITA.COM-Kota Batu - Penyakit mulut dan kuku (PMK) mulai semester 1 tahun 2022 mewabah di beberapa daerah di Indonesia. Penyakit mulut dan kuku adalah penyakit karena virus yang menjangkiti hewan berkuku belah. Termasuk sapi, kerbau, domba atau kambing.

Apa sih sebenarnya  PMK ini? Apakah bisa menular ke manusia? Penyebabnya apa? Apakah daging dan susu aman dikonsumsi? Haruskah membuat panik?

Agar memahami tentang PMK, BatuKita merangkumnya dari beragam sumber, termasuk dari Tim Satgas Pengendalian PMK Universitas Diponegoro (UNDIP) dengan koordinator drh Dian Wahyu Harjanti, Ph.D.

Dalam keterangan tertulis, drh Dian menyampaikan PMK adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus dari family Picornaviridae.

Penyakit ini bersifat akut (mendadak lalu cepat memburuk) dan menular. Penyakit ini menyerang hewan berkuku genap/belah (cloven-hoofed). Misalnya sapi, kerbau, kambing, domba.

Nama lain penyakit ini adalah aphthae epizootica (AE). Juga biasa disebut foot and mouth disease (FMD).  

Virus PMK berukuran kecil (± 20 milimikron), tidak ber-amplop (tanpa lapisan lemak) dan memiliki capsid yang kuat. Sehingga virus ini sangat tahan terhadap desinfektan yang cara kerjanya melarutkan lemak.

Berdasarkan sifat dan struktur virus tersebut, tidak semua jenis desinfektan peka terhadap virus ini.

Tidak Menular ke Manusia

Ingat, penyakit PMK ini tidak ditularkan ke manusia atau bukan penyakit zoonosis. Sehingga fokus pengendalian adalah jangan sampai penyakit ini menyebar antar ternak yang peka.

Termasuk jangan sampai manusia menjadi perantara atau penyebar kepada hewan yang peka.

Hewan yang peka terhadap PMK adalah sapi, kerbau, kambing, domba, rusa, babi, unta. Termasuk beberapa jenis hewan liar seperti bison, antelope, jerapah dan gajah.

Penyakit PMK Timbulkan Kerugian Ekonomi

Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit hewan menular yang paling penting dan paling ditakuti oleh semua negara di dunia.

Penyakit ini dapat menyebar dengan sangat cepat dan mampu melampaui batas negara serta dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi.

Bentuk kerugian ekonomi berupa kematian ternak dan tingginya angka kesakitan. Termasuk adanya hambatan perdagangan, terganggunya industri turisme, operasional pemberantasan penyakit. Juga adanya gangguan terhadap aspek sosial budaya dan keresahan masyarakat.

Sejarah PMK di Indonesia


Dokter hewan Dian mengatakan, Indonesia pernah mengalami beberapa kejadian wabah PMK. Yakni mulai dari masuknya PMK ke Indonesia pada 1887 di Malang, Jawa Timur.

Dari Malang lalu menyebar ke berbagai daerah, sampai kejadian wabah terakhir di pulau Jawa pada 1983 yang juga dimulai dari Jawa Timur.  

Dengan berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan PMK, akhirnya Indonesia berhasil mendeklarasikan status bebas PMK pada tahun 1986 melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 260/Kpts/TN.510/5/1986.

Dari situ kemudian mendapatkan pengakuan dunia terhadap status bebas PMK tanpa vaksinasi, sebagaimana tercantum dalam Resolusi Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) Nomor XI Tahun 1990.

Terdapat 7 serotipe PMK yang telah diidentifikasi. Yaitu tipe Oise (O); Allemagne (A); German Strain (C); South African territories 1 (SAT 1); SAT 2; SAT 3; dan Asia 1.

Tipe O, A, C, SAT 1, SAT 2, SAT 3 dan Asia 1 tersebut secara imunologis berbeda satu sama lain. Penyebab wabah PMK di Indonesia pada tahun 1983 hanya disebabkan oleh satu serotipe, yaitu serotipe O.

Penampakan Gejala PMK

Penyakit ini ditandai dengan adanya pembentukan vesikel atau lepuh dan erosi di mulut, lidah, gusi, nostril, puting, dan di kulit sekitar kuku. Ternak bisa pincang dan bahkan kuku bisa terlepas.

Ternak mengalami hipersalivasi (liur berlebih), hewan lebih sering berbaring. Pada ternak potong terjadi penurunan bobot badan dan pada ternak perah terjadi penurunan produksi susu yang drastis.

Morbiditas (tingkat kesakitan dalam populasi) biasanya tinggi, mencapai 100 persen. Namun mortalitas (tingkat kematian) untuk hewan dewasa biasanya sangat rendah. Akan tetapi pada hewan muda kematian bisa mencapai 50 persen.

Pada pedet (anak sapi), dengan pemeriksaan post mortem (setelah mati), bisa ditemukan adanya perubahan pada otot jantung (myocardium). Yakni berupa adanya garis-garis loreng, putih, abu-abu atau kekuningan yang sering disebut dengan istilah tiger heart.

"Pemeriksaan patologi ini hanya penting dilakukan untuk membuat diagnosa banding untuk penyakit lain selain PMK” ungkap drh Dian.

Lebih lanjut ia menyampaikan hewan yang terinfeksi PMK dapat mengeksresikan (mengeluarkan) virus pada cairan vesikel yang terkelupas, udara pernafasan, saliva, susu, semen, feces dan urin.

Hewan tertular yang masih dalam status preklinis, yaitu belum menampakkan gejala klinis yang jelas ternyata dapat mengeksresikan virus.

Kenyataan ini sangat berbahaya mengingat ada kemungkinan hewan yang belum menunjukkan gejala klinis tersebut dijual atau dipotong, sehingga berpotensi menyebarkan penyakit pada hewan peka lainnya.

Masa inkubasi (waktu mulai infeksi sampai menimbulkan gejala) dipengaruhi oleh strain virus PMK, jumlah virus dan rute infeksi.

Untuk infeksi alami dalam jumlah yang besar, masa inkubasi berkisar antara 2-3 hari, akan tetapi apabila jumlahnya sedikit, maka inkubasi bisa mencapai 10-14 hari.

Hewan peka dapat tertular melalui jalur inhalasi (udara / pernafasan), ingesti (melalui pakan/ minum), perkawinan (alami ataupun buatan), serta kontak / bersentuhan.

Penyebaran penyakit antar area sering disebabkan oleh lalu lintas hewan tertular, kendaraan, peralatan, orang dan produk hewan yang terkontaminasi virus PMK.

Anjing, kucing, rodensia, unggas, dan jenis burung tidak termasuk ke dalam hewan yang peka terhadap virus PMK, Namun kelompok hewan itu dapat menularkan PMK kepada hewan peka secara mekanis, yaitu dengan memindahkan kontaminan.

Pembuangan limbah dari tempat tertular, misalnya melalui aliran air / selokan/ sungai dapat mencemari lingkungan dan bisa menjadi sumber kontaminasi bagi kendaraan, hewan dan rumput.

Berdasarkan literatur, penyebaran virus PMK dapat mencapai 10 km, yang dipengaruhi oleh perputaran udara.

Daging dan Susu Aman Dikonsumsi

Penyakit ini tidak ditularkan ke manusia (bukan penyakit zoonosis), sehingga daging dan susu aman untuk dikonsumsi.

Terlebih lagi, budaya masyarakat Indonesia mengkonsumsi daging matang atau daging yang dimasak.

Melalui proses pemanasan hingga bagian tengah daging mencapai 70°C selama 30 menit, virus PMK akan mati.

Selain itu, setelah ternak disembelih, secara alamiah terjadi proses rigor mortis yang mengakibatkan pH daging turun dibawah 5,9.

Berdasarkan penelitian bahwa pada pH  tersebut virus PMK inaktif. Sedangkan pada susu, upaya jaminan keamanan dilakukan minimal dengan pasteurisasi pada suhu 72°C selama 15 detik.

"Tidak semua sapi yang disembelih semua organnya bisa dikonsumsi.  Sapi yang terinfeksi juga ada yang tidak menunjukkan gejala klinis atau bahasa kedokterannya adalah ‘sub-klinis’ atau mungkin memang belum sampai onset-nya.  Seperti yg kita ketahui onsetnya bisa sampai 14 hari," katanya.

Jika sapi sudah dipotong, organ yang tertentu di tubuh sapi harus dipisahkan dari daging dan ditangani dengan baik karena dapat mengandung virus. Organ yang dimaksud terutama sumsum tulang dan tulangnya, kepala, limfoglandula dan jeroan.

Penanganan yang direkomendasikan adalah perebusan mendidih selama minimal 30 detik terhadap organ tersebut.  

"Jadi kalau daging tanpa tulang bisa dikatakan relative aman atau dapat diabaikan karena pedoman dari Organisasi Kesehatan Hewan Dunia  (OIE / World Organization for Animal Health) bahwa bagian yang paling aman adalah daging tanpa tulang dan tanpa limfoglandula” terang drh. Dian.

Pengendalian PMK di Pemotongan Hewan

Pemerintah telah merilis surat edaran dan SOP pelaksanaan kurban pada Idul Adha 2022.

Panitia kurban harus mengetahui asal daerah ternak kurbannya. Pastikan asal hewan kurban bukan dari daerah wabah.  

Pemotongan sebaiknya dilakukan di RPH (Rumah Pemotongan Hewan) milik Pemerintah yang diawasi oleh dokter hewan.

Yang dikhawatirkan bukan menular pada manusia, akan tetapi sisa darah dan bahan-bahan lain yang masuk ke dalam selokan dan aliran air yang kemudian diminum oleh ternak-ternak yang peka. Ini menjadi penyebab penyebaran yang luar biasa.

"Jadi ini bukan karena kita takut manusianya terinfeksi.  Kita takut tulang, kepala, jerohan, feses, urin, darah dan lain-lain akan menjadi sumber pencemaran yang menginfeksi hewan atau ternak peka di lingkungannya. Jadi ini lebih banyak untuk kepentingan ternak  yang merupakan sumber pangan protein hewani kita,” tandasnya.

Tips Menangani Daging 
 
drh. Dian berpesan apabila masyarakat membeli daging dari pasar, jangan dicuci tetapi langsung direbus saja hingga mendidih minimal 30 menit.

Agar jika pada permukaan daging tersebut terkontaminasi virus, tidak mencemari aliran air dari pencucian daging yang nantinya dapat menginfeksi hewan peka di lingkungan.

Penyimpanan daging dalam kulkas sangat bagus karena sama dengan proses pelayuan.  Namun jika ingin disimpan di freezer (dibekukan), maka harus direbus dahulu kemudian dibekukan.  

Jika ingin menyimpan daging mentah dalam bentuk beku, maka sebelum dibekukan sebaiknya dimasukkan  dahulu ke dalam pendingin selama 24 jam.
 

Proses ini sama seperti  proses pelayuan yang dilakukan di negara-negara maju dalam pengendalian PMK.

"Ketika kita simpan di pendingin selama 24 jam artinya daging tersebut sudah melewati proses rigor mortis yang mana pH-nya turun di bawah 5,9 dan bisa meng-inaktifkan virus," sarannya.

Setelah disimpan selama 24 jam di pendingin,  kemudian dapat dibekukan atau dimasak. (#)

Yosi Arbianto