Pasokan Gandum Dunia Menyusut, FAO: Bisa Picu Kelaparan

lahan gandum

ILustrasi: lahan gandum. Ekspor gandum dari Ukraina tinggal 20 persen dari jumlah sebelum perang dengan Rusia (Foto: courtesy aze media for BATUKITA.com)

BATUKITA.COM-Kota Batu - Ekspor gandum dari Ukraina tinggal 20 persen dari jumlah sebelum perang dengan Rusia.

Perang dengan Rusia membuat jalur laut sebagai pintu utama ekspor tertutup. Penutupan Laut Azov dan Laut Hitam nyaris menghentikan ekspor gandum Ukraina.

Seperti diketahui, Ukraina adalah negara terbesar kelima pengeskpor gandum dunia dan menyumbang 10 persen dari penjualan global. Sedangkan Rusia adalah pengekspor terbesar di dunia.

Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memprediksi harga gandum akan bergejolak.

Proyeksi FAO/OECD menunjukkan harga gandum 2022/2023 bisa naik 19 persen di atas harga sebelum perang. Proyeksi itu didapatkan jika Ukraina sepenuhnya kehilangan kapasitas ekspornya.

Namun, kenaikan harga gandum bisa 34 persen lebih tinggi jika ekspor Rusia juga berkurang setengahnya.

"Dengan ketahanan pangan yang sudah di bawah tekanan, konsekuensinya akan mengerikan, terutama bagi mereka yang paling rentan," kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann, Rabu 29 Juni 2022.

Ia mengungkapkan hal itu dalam presentasi FAO/OECD Agricultural Outlook 2022-2031, dikutip dari Reuters via Antara.

Sekitar 20 juta ton gandum harus meninggalkan Ukraina pada akhir bulan depan untuk memberi ruang bagi panen tahun ini. Termasuk menghindari kekurangan pangan di Afrika, kata Komisi Eropa bulan lalu.

Pembicaraan diplomatik sedang berlangsung untuk membuka rute laut alternatif.

Jika ekspor Rusia berkurang, kekurangan gizi akan meningkat sekitar 1,0 persen secara global pada 2022/2023.

Persentase itu setara sekitar delapan juta hingga 13 juta orang, tergantung asumsi tingkat keparahan pengurangan ekspor, kata FAO dalam studi terpisah.

Simulasi dilakukan terhadap pengurangan ekspor yang ekstrem dari Ukraina dan Rusia.

Bila pengurangan  berlanjut pada 2022/23 dan 2023/24, dan dengan asumsi tidak ada pasokan produksi global, jumlah kekurangan gizi akan menimpa hampir 19 juta orang pada 2023/24.(#)

Yosi Arbianto