Titik Awal Ki Hajar Dewantara Mendirikan Taman Siswa

taman siswa bandung

Soerjoadipoetro sedang mengajar siswa Taman Siswa di Bandung (Foto:  courtesy Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures via wikipedia for BATUKITA.com)

BATUKITA.COM-Kota Batu - Lembaga pendidikan Taman Siswa berusia satu abad pada Minggu, 3 Juli 2022.

Para civitas akademika dan anggota yayasan serta jejaring menggelar puncak perayaan Satu Abad Taman Siswa di Pendapa Agung Taman Siswa Yogyakarta.

Pendiri Taman Siswa adalah jurnalis pejuang bernama Suwardi Suryaningrat (Soewardi Soerjaningrat) alias Ki Hajar Dewantara (Ki Hadjar Dewantoro).

Dalam Biografi: Dari Suwardi Suryaningrat Sampai Ki Hajar Dewantara (Ki Hajar Dewantara "Pemikiran dan Perjuangannya" (2017)) diceritakan awal mula pendirian lembaga pendidikan Taman Siswa.

***

Minggu, 22 Agustus 1920, Suwardi Suryaningrat bergegas ke rumah sakit. Ia bersyukur mendapatkan izin dari sipir Penjara Pekalongan untuk mengunjungi istrinya, Raden Ayu Sutartinah.

Suwardi lagi-lagi mendekam di penjara karena tulisan kritisnya terhadap penjajah kolonial Belanda. Ia memang jurnalis yang getol memperjuangkan kaum bumiputera.

Raden Ayu Sutartinah sedang dirawat di rumah sakit karena mengalami pendarahan berat setelah melahirkan putri ketiganya.

Setelah keduanya bertemu dan melepas rindu, sang istri rupanya sedih dan trenyuh melihat suaminya seringkali masuk penjara karena tulisan kritisnya.

Sutartinah mengingatkan Suwardi mewujudkan jalan lain untuk berjuang, seperti gagasan Suwardi Suryaningrat yang pernah disampaikan kepada K.H. Ahmad Dahlan di Semarang pada 1919.

"Harus ada suatu perguruan nasional yang mendidik kader-kader perjuangan untuk menentang penjajah," begitu Sutartinah mengingatkan kata-kata Suwardi kala itu.


Sejak detik itu, Suwardi Suryaningrat berniat dan sungguh-sungguh mendirikan perguruan nasional jika telah bebas dari hukuman penjara.

Ayah Suwardi sangat setuju. Dan sebagai saksi atas ikrar tersebut, K.P.A. Suryaningrat memberikan tambahan nama "Tarbiah" kepada putri ketiga Suwardi .

Sehingga putri ketiga Suwardi bernama Ratih Tarbiah yang lahir pada 22 Agustus 1920.
 
Untuk diketahui, tarbiah (tarbiyah) dalam bahasa Arab secara umum bermakna serangkaian proses pendidikan dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan potensi manusia. Baik potensi fisik, intelektual, sosial, estetika, spritual dan material.
 
Langkah di atas dapat ditempuh melalui pemeliharaan, pengasuhan, menjaga, merawat dan mendidik secara berkelanjutan dan gradual.

Perkumpulan Selasa Kliwonan


Proses mewujudkan perguruan nasional itu pun berjalan. Suwardi Suryaningrat sangat menyadari perjuangan kemerdekaan bangsa harus didasari jiwa merdeka dan jiwa nasionalis dari bangsanya. Maka diperlukan penanaman jiwa merdeka dan nasionalisme dimulai sejak anak-anak.

Pada 1921-1922 Suwardi Suryaningrat aktif dalam perkumpulan “Selasa Kliwonan” yang beranggotakan tokoh-tokoh politik, kebudayaan, dan kebatinan.

Antara lain R.M. Sutatmo Suryokusumo (seorang tokoh Budi Utomo progresif), Ki Sutopo Wonoboyo, Ki Pronowidigdo, Ki Prawirowiworo, RM. Gondoatmojo, B.R.M. Subono.

Ada pula R.M.H. Suryo Putro (paman Suwardi Suryaningrat), dan Ki Ageng Suryomataram.

Sarasehan Slasa Kliwonan pun sepakat bergerak mendidik kaum bumiputera agar punya pengetahuan dan mental merdeka.

Ki Ageng Suryomataram bertugas menangani pendidikan para orangtua, dengan Ilmu Jiwa “Kawruh Begja” yang kemudian berkembang menjadi “Kawruh Jiwa”.

Sedangkan Suwardi Suryaningrat bersama istrinya, serta beberapa kawan diserahi tugas menangani pendidikan anak-anak.

Dengan pengalamannya bekerja sebagai guru di Perguruan “Adhidarma” milik kakaknya (RM Suryapranoto), dan juga pengalaman istrinya sebagai guru, pada Senin, 3 Juli 1922 Suwardi Suryaningrat dkk mendirikan Taman Siswa.

Nama Belanda Taman Siswa adalah "Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa". Didirikan pertama kali di  Jalan Tanjung, Pakualaman, Yogyakarta.

Saat pertama berdiri, mereka membuka bagian Taman Anak atau Taman Lare, yaitu satuan pendidikan setingkat Taman Kanak-Kanak (Taman Indria).

Kemudian pada 7 Juli 1924 mendirikan "Mulo Kweekshool" setingkat SMP dengan pendidikan guru (4 tahun sesudah pendidikan dasar).

Pada tahun 1928 tamatan Mulo Kweekshool dapat masuk AMS (Algemene Middelbare School) setingkat SMA Negeri hampir 70%.


Berjejaring dengan Sistem Wakaf Bebas


Lahirnya Perguruan Nasional Taman Siswa mendapat sambutan luar biasa dari segala lapisan masyarakat.

Manajemen makin tertata setelah Taman Siswa ditangani pengurus yang bersifat kolektif kolegial yang disebut “Instituutraad” diperluas menjadi “Hoofdraad” (nama sekarang Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa).

Ratusan Perguruan Taman Siswa tumbuh di mana-mana dijiwai oleh semangat cinta tanah air. Apalagi, pada 6 Januari 1923 Suwardi Suryaningrat menegaskan Perguruan Nasional Taman Siswa merupakan "badan wakaf merdeka (bebas)”. 
 
suwardi suryaningrat ketika muda 1947
Suwardi Suryaningrat saat muda (Foto:  courtesy Kedaulatan Rakyat 1947 via wikipedia for BATUKITA.com)

Suwardi Suryaningrat dengan Taman Siswa terkenal di mana-mana. Hingga pujangga Rabindranath Tagore dari Shanti Niketan, Bolpur India, berkunjung untuk menilik Taman Siswa.

Tagore hadir dengan rombongan yang dipimpin Prof. Dr. Chatterjee dalam kunjungan ke Indonesia pada Agustus 1927.

Demikian pula Prof. Dr. R. Bunche (USA), seorang pelopor dalam memperjuangkan persamaan hak menikmati pendidikan bagi orang-orang negro, tertarik untuk mempelajari gerakan Taman Siswa pada 1939.

Pada 3 Februari 1928, Suwardi Suryaningrat genap berusia 40 tahun menurut tarikh Jawa (5 windu). Saat inilah Suwardi Suryaningrat berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara.

Arti Ki Hadjar Dewantara, menurut Ki Utomo Darmadi, Hadjar adalah pendidik; Dewan adalah utusan; Tara adalah tak tertandingi.

Jadi makna dari Ki Hadjar Dewantara adalah bapak pendidik utusan rakyat yang tak tertandingi menghadapi kolonialisme.
 
Dari Taman Siswa ini, Ki Hajar Dewantara pada 1956 Presiden Soekarno mengangkatnya menjadi Menteri Pendidikan RI yang pertama. Pada tahun yang sama, UGM menganugerahi gelar Doktor Honoris Causa. 
 
Pada 1959 atas jasa-jasanya dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia, Soekarno menganugerahi Ki Hajar Dewantara gelar Bapak Pendidikan Nasional.
 
Tanggal kelahirannya 2 Mei, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional Indonesia. Bagian dari semboyan ciptaannya, Tut Wuri Handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia. 
 
Namanya diabadikan sebagai salah satu nama sebuah kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. 
 
Potret dirinya juga diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun edisi 1998.
 
Ki Hajar Dewantara. dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Sukarno, pada 28 November 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
 

Empat Strategi


Taman Siswa sebagai lembaga pendidikan yang didirikan Ki Hajar Dewantara tidak pernah ragu menetapkan sistem dan model pendididkannya berbasis pada kebudayaan lokal-nasional.

Ki Hajar Dewantara hendak mengangkat model pendidikan pribumi untuk menghadapi sistem pendidikan kolonial, selanjutnya digerakkan secara serentak untuk mencapai kemerdekaan nasional.

Ada empat strategi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Pertama, pendidikan adalah proses budaya untuk mendorong siswa agar memiliki jiwa merdeka dan mandiri.

Kedua, membentuk watak siswa agar berjiwa nasional, namun tetap membuka diri terhadap perkembangan internasional.

Ketiga, membangun pribadi siswa agar berjiwa pionir- pelopor. Keempat, mendidik berarti mengembangkan potensi atau bakat yang menjadi kodrat masing-masing siswa.

Selama 37 tahun Ki Hajar Dewantara memimpin dan mengasuh Perguruan Taman Siswa yang tersebar di seluruh Indonesia.

Ki Hajar Dewantara wafat pada tanggal 26 April 1959 di Padepokan Ki Hajar Dewantara dan disemayamkan di Pendapa Agung Taman Siswa Yogyakarta.

Jenazah Ki Hajar Dewantara dimakamkan pada 29 April 1959 secara militer dengan Inspektur Upacara Kolonel Soeharto di makam Taman Wijaya Brata, Celeban, Yogyakarta.

Ki Hajar Dewantara meninggalkan seorang isteri Nyi Hadjar Dewantara (Raden Ayu Sutartinah) dan 6 (enam) orang anak.

Keenamnya adalah Ni Niken Wandansari Sutapi Asti, Ki Subroto Aryo Mataram (Brigjend. TNI), Nyi Ratih Tarbiyah, Ki Sudiro Ali Murtolo (lahir 9 Agustus 1925), Ki Bambang Sokawati (lahir 9 Maret 1930) dan Ki Syailendra Wijaya (lahir 28 September 1932).

Semua benda bersejarah, buku, surat, penghargaan, dan barang-barang perabot rumah tangga peninggalan Ki Hadjar Dewantara kini tersimpan di Museum Dewantara Kirti Griya,  Jalan Tamansiswa No. 25 Yogyakarta. (#)

Ardi Nugroho