Gratifikasi dan Suap Guru-Dosen Perusak Dunia Pendidikan

suap guru dan dosen

Gratifikasi dan suap kepada pengajar (guru dan dosen) menjadi salah satu perusak dunia pendidikan di Indonesia (Foto: courtesy Antara for  BATUKITA.com)

BATUKITA.COM-Yogyakarta - Gratifikasi dan suap kepada pengajar (guru dan dosen) menjadi salah satu perusak dunia pendidikan di Indonesia.

Untuk menyiapkan generasi yang berintegritas serta mampu membangun peradaban, membutuhkan model pengajar yang bebas dari gratifikasi dan suap.

"Kalau kita sebagai tenaga pendidik, tenaga pengajar, melanggar undang-undang, misalnya, menerima gratifikasi, menerima suap, alangkah rusaknya pendidikan negeri ini dan kita enggak berhasil atau gagal menyiapkan generasi yang punya integritas di masa yang akan datang," ungkap Muhammad Indra Furqon, Pemeriksa Gratifikasi dan Pelayanan Publik Utama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).  

Indra menyampaikan pesan itu dalam sosialisasi Anti Gratifikasi dan Benturan Kepentingan di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah V Yogyakarta, Rabu, 4 April 2023.


Dilansir dari Antara, Indra menyebut gratifikasi telah menyasar pegawai hampir di semua sektor, tak terkecuali pendidikan.

Untuk itu, dibutuhkan upaya pencegahan yang masif.

Indra menilai masih banyaknya pegawai atau tenaga pendidik yang tak segan menerima gratifikasi. Ada yang menganggapnya sebagai bagian tradisi atau budaya saling memberi di Indonesia.

"Tradisi Indonesia itu adalah ketika kita saling memberi hadiah sesama warga masyarakat, sesama tetangga, misal, ada tetangga butuh bantuan kita kasih uang. Tapi, kalau kita datang ke kantor, datang ke vendor, datang ke mahasiswa, datang ke orang tua murid ngasih, itu bukan budaya Indonesia, itu budaya gratifikasi," kata dia.

Selain itu, ia menilai masih banyak pegawai negeri atau ASN yang menganggap gratifikasi sebagai hal wajar dengan dalih sebagai "uang capek", "uang cuma-cuma", "uang sedekah", atau "uang takjil".

"Maka penting sekali seluruh ASN tidak hanya dari kalangan pendidik (tidak menerima gratifikasi atau suap). Kalangan pendidikan lebih penting lagi, karena pendidikan itu mulia sekali," ucap dia.

Meski tidak menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara, menurut Indra, gratifikasi berbahaya bagi dunia pendidikan di Indonesia.

Ia mencontohkan dengan menerima gratifikasi, maka tenaga pengajar akan memiliki kecenderungan serta menghadapi dilema etika dalam menentukan kelulusan peserta didiknya.

"Dapat nih hadiah dari mahasiswa, atau dari orang tua mahasiswa, maka dia akan punya kecenderungan. Dia terganggu dilema etik-nya untuk meluluskan atau tidak meluluskan anak didiknya. Dia akan terganggu dengan tanam budi yang ditanam oleh orang-orang yang memberikan gratifikasi itu," tutur dia.

Kegiatan diikuti seluruh pegawai LLDIKTI Wilayah V Yogyakarta serta 100 orang unsur pimpinan perguruan tinggi swasta di lingkungan lembaga itu.

"Kami berharap semua paham dan sepakat bahwa tidak akan ada gratifikasi maupun korupsi di lingkungan LLDIKTI Wilayah V Yogyakarta," imbuh Kepala LLDIKTI Wilayah V Yogyakarta Prof. Aris Junaidi. (*)

John