Bang Azizi Menanam Mangrove Menggeser Prostitusi Pantai Sejarah

azizi mangrove pantai sejarah sumut

Kegiatan menanam mangrove terus dilakukan Azizi dan Kelompok Tani Cinta Mangrove Kabupaten Batu Bara, Sumut, (Foto: Hidora for BATUKITA.com)

BATUKITA.COM-Batu Bara - Gerakan menanam mangrove yang dilakukan Azizi nyatanya bisa menggeser penyakit sosial prostitusi. Tentu, itu sisi positif selain manfaat terbesar menanam mangrove yakni pelestarian lingkungan pesisir.

Bapak empat anak asal Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara ini berhasil menciptakan sumber penghasilan lewat mangrove. Warga, keluarga nelayan, termasuk pelaku bisnis mesum di Pantai Sejarah, Batu Bara, Sumut, kini berbisnis wisata mangrove dan turunannya.

Bersama Kelompok Tani Cinta Mangrove Kabupaten Batu Bara, Sumut, Azizi memulai misinya menggeser prostitusi pada 2018 lalu.

"Seiring waktu, Pantai Sejarah ini berubah menjadi tempat mesum. Maka saya berfikir bagaimana membangun ekonomi masyarakat yang berada di sekitar sini dan di seputaran hutan ini, tetapi tidak dengan hal yang negatif ini," ungkap eks karyawan PT Indorayon di Toba Samosir ini.

Kala itu, Pantai Sejarah tengah ditinggalkan pengunjung. Abrasi dan problem sosial membuat Pantai Sejarah kehilangan pesonanya.

Warga membangun pondok atau gubuk yang mereka sewakan untuk kegiatan mesum. Juga bermunculan kedai tuak, dan aktivitas "merah" lainnya. Berubahlah wajah Pantai Sejarah.

Ada lebih 50 gubuk liar disewakan warga kepada lelaki hidung belang. Mau tahu harganya? Rp 20 ribu untuk short time.

Warga menyewakan pondok, sedangkan wanita penghibur didatangkan dari luar daerah oleh beberapa muncikari.

Aktivitas ini berlangsung hingga belasan tahun. Protes dari masyarakat hingga demo dari FPI (Front Pembela Islam) tak pernah berhasil menghentikan geliat bisnis kenikmatan sesaat ini.

azizi aktivis mangrove dari batu bara sumut

Azizi sejak hampir 20 tahun lalu menanam mangrove di pesisir Kabupaten Batu Bara Sumatera Utara (Foto: HIdora for BATUKITA.com)

Azizi dan Kelompok Tani Cinta Mangrove  telah berpengalaman selama 20 tahun menanam mangrove di sepanjang garis pantai Desa Gambus Laut dan Desa Perupuk. Mereka pun gerah. "Bersenjatakan" mangrove, mereka bergerak.

Pada 2018 kelompok ini mendapatkan izin perhutanan sosial untuk mengelola kawasan hutan lebih kurang 456 hektar. Mereka sekaligus mendapatkan hak jasa lingkungan, yaitu bisa membuat kegiatan pariwisata. Dari sinilah gerilya dimulai.

Azizi dan kawan-kawan konsolidasi dengan Pemerintah Kabupaten Batu Bara yang dipimpin Bupati Ir. H. Zahir,M.Ap.

Selain terus menanam mangrove, Azizi meminta pemda membangun jembatan kayu dari pantai menuju laut. Menjelang akhir 2020, atas usulan Azizi, Pemkab Batu Bara membangun jalan produksi perikanan sepanjang 206 meter. Wujudnya jembatan kayu yang melintasi area hutan mangrove menjorok ke arah laut.

Pembangunan jembatan ini bertujuan untuk mendukung kegiatan budidaya kerang yang banyak dikembangkan oleh anggota Kelompok Tani Cinta Mangrove. Jembatan ini sekaligus dimanfaatkan untuk aktivitas wisata dan penjualan kuliner, terutama yang berbasis hasil laut.

Jembatan mangrove ini dilengkapi dengan beberapa stan kuliner, di sisi kiri-kanan jembatan. Di stan-stan itu masyarakat berjualan.

Di area menuju pantai dikembangkan pula beberapa atraksi wisata. Seperti sarana outbound dan rumah pohon. Juga Museum Pantai Sejarah di bekas gedung kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Batu Bara.

Beberapa bulan sebelum proses pembangunan, dilakukanlah pembongkaran seluruh pondok dan gubuk yang sebelumnya menjadi tempat mesum. Selanjutnya, para pemilik pondok dilibatkan dalam kegiatan pengembangan wisata. Mereka menjadi pengelola, operator wisata, atau berjualan kuliner.

Perubahan Besar

Semenjak jembatan mangrove dibangun dan diresmikan awal Maret 2021, tempat ini viral dan ramai kunjungan. Masyarakat dari berbagai daerah ingin berwisata menikmati indahnya Pantai Sejarah dengan bentang alam hutan mangrove-nya.

Pemilik pondok esek-esek dan para "induk semang" telah banting setir beralih ke profesi yang halal. Misalnya menjadi pedagang, penjual kuliner, pengelola dan operator wisata.

Tak kurang 70 orang pedagang berjualan di Pantai Sejarah. Wajah Pantai Sejarah  kembali memesona dan menjadi destinasi wisata baru terfavorit di Kabupaten Batu Bara.

"Dulu Pantai Sejarah ini termasuk pantai yang sangat indah. Untuk itu saya berusaha menjadikan Pantai Sejarah ini sebagai destinasi wisata yang bisa kembali menarik. Dengan berbagai pembangunan dan melestarikan hutan mangrove. Tentunya untuk mencapai keberhasilan ini, mari kita bekerja sama dan saling mendukung antara masyarakat dan pemerintah Kabupaten Batu Bara." komentar Ir. H. Zahir,M.Ap., Bupati Batu Bara.

lanskap hutan mangrove di pantai sejarah

Potret udara hutan mangrove di Pantai Sejarah Kabupaten Batu Bara Sumatera Utara (Foto: Hidora for BATUKITA.com)

Pemerintah Kabupaten Batu Bara menggandeng Hidora (Hiduplah Indonesia Raya) dan Universitas Pembangunan Panca Budi (UNPAB) Medan. Mereka berjalan bersama Azizi dan kelompok taninya. Langkah sinergi itu untuk perencanaan dan kajian lebih lanjut terkait pengembangan wisata Pantai Sejarah yang berbasis pengelolaan oleh masyarakat.

Bachtiar Djanan, Wakil Ketua Perkumpulan Hidora menilai, gerakan Pak Azizi dan Kelompok Tani Cinta Mangrove selama hampir 20 tahun adalah contoh luar biasa. Yakni dalam hal inisiatif dan upaya masyarakat melestarikan lingkungan hidup.

"Sudah selayaknya pemerintah pusat mengapresiasi perjuangan Pak Azizi. Saya rasa penghargaan Kalptaru sangat layak diberikan kepada Pak Azizi. Yakni atas keberhasilannya membuat perubahan besar dalam menyelamatkan lingkungan dengan menanam mangrove di kawasan pesisir Batu Bara seluas lebih dari 450 hektar. Juga bisa meningkatkan kesejahteraan warga dan memberi solusi kepada masyarakat untuk mengatasi permasalahan moral dan problem sosial," terang Bachtiar.

Sri Shindi Indira, ST., MSc., Dosen Arsitektur UNPAB Medan menambahkan, pengembangan wisata mangrove yang berangkat dari spirit grassroot akan bisa bertumbuh secara sustainable.

"Tinggal bagaimana dalam rencana pengembangan ke depan, penataan kawasan dan fungsi-fungsinya bisa didesain selaras dengan segmen pasar yang dibidik. Yakni dengan mengedepankan prinsip bahwa wisata mangrove semestinya dikembangkan dalam konsep dan pola wisata edukasi, bukan sekedar lokasi wisata untuk selfie," ungkap Sri Hindi.

Buah Konsistensi

Keberhasilan menggeser prostitusi yang dilakukan Azizi dan kawan-kawan itu bukanlah hasil dari proses sesaat. Ada perjalanan panjang sebelumnya yang mereka telah lakukan mereka secara konsisten dan membawa misi besar pelestarian lingkungan.  

Sejak tahun 2002, Azizi yang kelahiran Juni 1967 ini telah memulai merehabilitasi dan menanam beraneka jenis mangrove di kawasan pesisir Kabupaten Batu Bara.

Aksi menanam mangrove saat itu sangat tidak populer. Sebagian besar masyarakat  menganggapnya aneh. Namun anggapan miring itu diabaikan oleh Azizi dan kawan-kawan yang awalnya hanya berjumlah 20 orang. Mereka tetap melakukan aktivitas pembibitan dan penanaman mangrove.

Mereka konsisten karena keprihatinan terhadap kondisi kawasan pesisir. Banyak terjadi abrasi pantai. Lebih dari itu, masyarakat mengalami kesulitan mencari ikan maupun kepiting akibat mangrove yang minim dan rusak. Banyak pula kerusakan terumbu karang akibat penggunaan alat tangkap perikanan yang tidak ramah lingkungan.

Dalam proses pergerakannya, Kelompok Tani Cinta Mangrove telah mendapatkan banyak dukungan. Antara lain dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan melalui program Gerhan (Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan) Kabupaten Asahan. Untuk diketahui, saat itu Kabupaten Batu Bara masih berada di wilayah Kabupaten Asahan.

Lalu pada 2006 ada bantuan dari BPHM (Balai Pengelolaan Hutan Mangrove) wilayah Sumatera pada tahun 2010 dan 2015, dan dari BPSKL (Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Hidup) pada tahun 2018.

jembatan mangrove di pantai sejarah

Pengunjung Pantai Sejarah di atas jembatan mangrove berfoto dengan latar belakang matahari terbenam (Foto: Hidora for BATUKITA.com)

Kelompok Tani Cinta Mangrove juga mendapatkan support dari Polres Batu Bara, Pemkab Batu Bara, serta beberapa dukungan program CSR (Corporate Social Responsibility) seperti dari PT PLN Batu Bara, dan PT Inalum (Indonesia Asahan Alumunium).

Dukungan berbagai pihak itu membuat mereka makin bersemangat. Saat ini Kelompok Tani Cinta Mangrove telah menanam mangrove di kawasan pesisir Desa Gambus Laut dan Desa Prupuk, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara.

Kelompok Tani Cinta Mangrove telah melakukan penanaman mangrove dengan luasan total sekitar 456 hektar, dengan turunnya Izin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm).

Berbagai jenis tanaman mangrove ditanam di area tersebut. Antara lain Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Avicennia Alba, Avicennia marina

Juga ada jenis Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera parviflora, Bruguiera sexangula, Bruguiera cylimdrica, Ceriops tagal, Nypa fruticans, Xylocarpus granatum, dan Xylocarpus molluccensis.

Tantangan Lebih Besar Bermunculan

Capaian menggembirakan di Pantai Sejarah dan pesisir Desa Gambus Laut dan Desa Prupuk ini hanya sejumput cerita yang dilakukan Azizi dan rekan-rekan.

Menurut alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Asahan (STIHMA) Kisaran ini, masalah di lapangan masih menggunung.

Masih banyak masyarakat yang kurang paham dan belum menyadari keberadaan dan pentingnya hutan mangrove. Nelayan juga belum memahami betul mangrove sebagai tempat berpijah dan berkembangbiak biota laut. Ini sangat penting bagi masyarakat di wilayah pesisir.

Lalu, masifnya alih fungsi hutan mangrove menjadi perkebunan sawit atau menjadi tambak. Ketika tambak hancur, hutan mangrove rusak tetapi tidak dihijaukan kembali.

"Saat ini kendala kami yang terberat adalah isu pelabuhan, isu Petrokimia dan isu Batu Bara ini menjadi kawasan industri. Banyak yang mengisukan hutan mangrove di Batu Bara akan habis dan tidak ada gunanya lagi," sesal Azizi. 

pantai sejarah kabupaten batu bara sumatera utara

Lokasi Pantai Sejarah tempat pasukan Jepang pertama kali mendarat di Sumatera pada 1942 (Foto: BATUKITA.com)

Menurutnya banyak mafia-mafia lahan yang memperjualbelikan lahan mangrove. Sehingga muncul banyak kerusakan atau penebangan hutan mangrove.

Ia menilai penegakan hukum dan ketegasan aparat pemerintah juga menjadi kendala Azizi dan kawan-kawan. Ia menganggap belum ada efek jera pelaku kejahatan lingkungan meski kelompok tani sudah puluhan kali melaporkan tentang perusakan hutan.

"Walaupun demikian, selagi saya masih ada, selagi nafas saya masih ada, saya akan tetap memperjuangkan dan melestarikan hutan mangrove ini. Tantangan-tantangan luar saya akan hadapi dengan cara apapun mereka ingin mencoba menghalangi saya, saya akan hadapi itu, selagi nyawa saya masih ada," tekad Azizi. (*)

John