Pengolahan Sampah RDF, Cacah Kering Jadi Bahan Bakar

teknologi pengolahan sampah RDF Cilacap

Teknologi RDF adalah teknologi pencacahan dan pengeringan sampah secara biologi (biodrying) untuk dijadikan bahan bakar pengganti batu bara. Foto menunjukkan lokasi pencacahan di TPST RDF Jeruklegi Cilacap (Foto courtesy banyumasekspres for BATUKITA.com)

BATUKITA.COM-Kota Batu - Teknologi pengolahan sampah Refuse-Derived Fuel (RDF) layak menjadi pilihan berbagai pihak untuk mengurangi tumpukan sampah pada pembuangan akhir (TPA).

Teknologi RDF adalah teknologi pencacahan dan pengeringan sampah secara biologi (biodrying) untuk dijadikan bahan bakar pengganti batu bara.

Menteri ESDM Arifin Tasrif pada Juli 2020 lalu mengatakan, produk sampah RDF ini dapat dijadikan bahan bakar di PLTU atau pabrik semen, sehingga mengurangi konsumsi batu bara.

"Dari studi yang saya lihat, hasil olahan sampah ini, paling tidak akan memberikan substitusi tiga persen dari kebutuhan batu bara. Sehingga sangat membantu, apalagi, biayanya lebih murah jika dibandingkan dengan batu bara,”ujarnya.

Menurutnya, biaya produksi olahan sampah dengan sistem RDF membutuhkan Rp300 ribu per ton atau sekitar 20 US dollar. Sedangkan untuk batu bara, biaya dalam satu ton mencapai 40-50 US dollar.

“Dengan begitu, maka biaya produksi pengolahan sampah menjadi RDF lebih efisien jika dibandingkan dengan memakai batu bara,” katanya.


Percontohan Teknologi RDF

Salah satu lokasi pengolahan sampah menggunakan teknologi RDF adalah di pengolahan sampah terpadu (TPST) refuse-derived fuel (RDF) Desa Tritih Lor, Kecamatan Jeruklegi, Cilacap, Jawa Tengah (Jateng).

TPST sistem RDF ini mulai beroperasi Selasa 21 Juli 2020. Fasilitas RDF ini berada pada areal seluas 3 hektare dan merupakan yang pertama kalinya di Indonesia dengan menelan biaya investasi Rp90 miliar.
 
TPST sistem RDF di Cilacap
Alur sampah hingga menjadi produk RDF dan residunya di TPST RDF Jeruklegi, Cilacap (Foto: DLH Cilacap for BATUKITA.com)
 
Pembangunan RDF yang berada di Cilacap melibatkan berbagai kementerian. Antara lain Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kedutaan Besar Denmark-DANIDA. Lalu ada Pemprov Jateng, Pemkab Cilacap dan PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) yang sebelumnya bernama Semen Holcim.

Menurut keterangan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Cilacap, Awaluddin Muri, tempat pengolahan sampah RDF Jeruk Legi memiliki kapasitas mengolah sampah hingga 120 ton/hari.


Dalam masa uji coba, menunjukkan hasil sesuai rencana. Yaitu produk berupa produk RDF sebanyak 30 s/d 40 ton/hari. Kadar air sampah turun dari 57,60 persen menjadi 22,75 persen dalam waktu 20 hari dengan nilai kalor sebesar 687 Kkal/kg.

Penggeringan Biologis (Biodrying)

Sebagai informasi, dalam tahap pengeringan, teknologi RDF menggunakan metode biodrying. Metode biodrying adalah pengeringan secara biologis yang disertai dengan aerasi. Secara umum, drying berarti proses mengurangi kandungan air dalam material. 
 
Tahap pengeringan dilakukan setelah pemilahan sampah dan pencacahan sampah. Alur pengolahan sampah secara singkat meliputi pembongkaran sampah; pemilahan; pencacahan; pengeringan dan pengayakan.
 
alur pengolahan sampah RDF
Alur pengolahan sampah menjadi RDF di TPST RDF Jeruklegi, Cilacap (Foto: DLH Cilacap for BATUKITA.com)

Setelah sampah dicacah dan kandungan airnya berkurang, hasilnya dapat digunakan sebagai sumber energi ramah lingkungan pengganti batu bara.

Tak hanya sampah kertas, sampah plastik, sampah organik pun dapat diolah menjadi bahan bakar alternatif ini.

Potensi Teknologi RDF ini, dengan offtakernya Plant Industri Semen dan PLTU relatif sangat besar. Paling tidak berpotensi mengolah sampah 8000 ton/hari pada Industri Semen di seluruh Indonesia serta 16.000 ton/hari pada PLTU di seluruh Indonesia. (#)
 
John