Awas Krisis Air dan Kekeringan, Segera Tanam Pohon

ancaman krisis air dan kekeringan

Menanam pohon sebanyak-banyaknya adalah cara ampuh yang bisa dilakukan setiap orang untuk mencegah bencana kekeringan atau krisis air. Foto ilustrasi kekeringan di Senegal (Foto: courtesy kloranebotanical foundation for BATUKITA.com)

BATUKITA.COM-Kota Batu - Menanam pohon sebanyak-banyaknya adalah cara ampuh yang bisa dilakukan setiap orang untuk mencegah bencana kekeringan atau krisis air.

Tak membutuhkan banyak usaha, setiap orang tinggal membuat lubang dengan cangkul, tanam bibit pohonnya, siram, dan rawat hingga bisa hidup. Selesai.

Bila menanam pohon itu dilakukan di wilayah-wilayah lereng, atau di dataran tinggi, maka ketersediaan air tanah bisa terjaga.

Menurut Mississippi Watershed Management, pepohonan bisa membantu "menyimpan air" dan mengurangi limpasan (aliran permukaan) air hujan dengan tiga mekanisme, yakni:

Intersepsi

Hujan turun mengenai daun, dahan, dan batang pohon. Sebagian diserap oleh pohon, dan sebagian lagi menguap kembali ke atmosfer.

Sisanya jatuh ke tanah. Namun, air yang jatuh ke tanah dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan jika tidak ada pepohonan.

Sehingga air punya waktu lebih panjang untuk diserap oleh tanah dan membantu mencegah erosi tanah.


Infiltrasi

Air yang jatuh melalui tajuk pohon meresap ke dalam tanah dan diserap oleh akar pohon.

Dengan menyerap air dari tanah, pepohonan menambah kapasitas tanah untuk menyimpan lebih banyak air hujan.

Saat tumbuh, akar juga membantu memecah tanah yang padat, sehingga air lebih mudah berpindah dari permukaan atas tanah ke level air tanah (sekitar 1-5 meter di bawah tanah).

Transpirasi

Pohon mengambil air dari dalam tanah untuk digunakan sebagai bahan bakar fotosintesis.

Air tersebut kemudian dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai uap air. Bagian normal dari siklus air ini juga membantu mendinginkan udara dan mengurangi suhu tinggi di musim panas.
 
Krisis air bila dibiarkan bakal mengancam ketahanan pangan dunia. Prediksi pada 2050 nanti, 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80 persen pangan dunia bisa kolaps.  ------- Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.

Berdasarkan kloranebotanical foundation, hutan mempunyai kekuatan khusus, yaitu membantu tanah menahan air.

Dengan demikian, sebagian besar air bersih yang dapat diakses manusia, disediakan oleh cadangan bawah tanah yang disuplai oleh hutan. Ini adalah salah satu langkah dalam siklus air.

Tanpa hutan, perlindungan tanah akan berkurang. Air hujan tidak bisa "ditahan" karena tanah menjadi lebih padat, tidak mampu menyerap air, menderita erosi, dan tanah harus susah payah untuk mengisi kembali dirinya sendiri dengan air hujan.

Berbeda ketika ada pohon yang akarnya membantu tanah menjadi berongga dan bisa menyimpan air.

Manusia, melalui penggundulan hutan dan urbanisasi, telah mengganggu siklus air, dan dampaknya sudah terlihat: kekeringan, erosi, pendangkalan, dan penggurunan.


Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menegaskan, dunia telah terancam oleh kekeringan. Saat ini makin banyak titik-titik kekeringan (hotspot) di belahan dunia.

Misalnya di Asia Selatan, Australia Selatan, Afrika Selatan, Asia Tengah, Timur Tengah, Amerika Utara bagian barat, Amerika Selatan bagian barat.

"Saat ini Indonesia memang belum termasuk dalam peta kekeringan dunia, tetapi kita tidak bisa lalai, karena ini ancaman global," ungkap Dwikorita dikutip BatuKita dari dialog persiapan World Water Forum di Forum Merdeka Barat 9, Senin 16 Oktober 2023.

Krisis air bila dibiarkan bakal mengancam ketahanan pangan dunia. Prediksi pada 2050 nanti, 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80 persen pangan dunia bisa kolaps.

Menurut Dwikorita, pihaknya sebatas memberikan data dan informasi ancaman kekeringan. Dan informasi ini harus dipahami semua masyarakat, mulai anak TK, remaja, hingga orang dewasa dan seluruh stake holder.

"Semua harus bergotong-royong untuk mengatasi persoalan keselamatan bumi dan peradaban," katanya.

Proyeksi Persaingan Penggunaan Air pada 2030

Dalam istilah asing, persaingan penggunaan air disebut water stress. Analisa ini mengukur rasio total kebutuhan air terhadap persediaan air permukaan dan air tanah terbarukan yang tersedia.

Kebutuhan air yang dimaksud mencakup keperluan rumah tangga, industri, irigasi, dan peternakan.

Pasokan air terbarukan yang tersedia mencakup dampak pengguna air konsumtif di hulu dan bendungan besar terhadap ketersediaan air di hilir.
 
ancaman krisis air 2030
Sesuai proyeksi, tingkat persaingan antar pengguna air akan meningkat bila ketersediaan air tidak menukupi. Nilai yang lebih tinggi (warna merah tua) menunjukkan lebih banyak persaingan antar pengguna pada 2030 nanti. (Foto  BATUKITA.com)

Nilai yang lebih tinggi (warna merah tua) menunjukkan lebih banyak persaingan antar pengguna pada 2030 nanti.

Dalam pengukuran menggunakan Water Risk Atlas ini, dibuat skenario dimana suhu meningkat sebesar 2,8°C hingga 4,6°C pada tahun 2100.

Kondisi sosio-ekonomi skenario ini termasuk apabila persaingan dan kesenjangan regional, termasuk pertumbuhan ekonomi yang lambat.

Lalu tata kelola dan kelembagaan yang lemah, rendahnya investasi pada lingkungan dan teknologi, serta pertumbuhan penduduk yang tinggi, terutama di negara-negara berkembang. (#)

Yosi Arbianto