Blended Learning, Solusi Sekolah Paling Masuk Akal di Era Pandemi

webinar pembelajaran tatap muka dan blended learning

Webinar bertajuk "Simalakama Pembelajaran Tatap Muka di Jawa Timur", Rabu 2 September 2020. (Foto: BATUKITA.com)

BATUKITA.COM-Kota Batu - Kombinasi pembelajaran on-off (online dan offline/tatap muka) menjadi solusi pihak sekolah di masa pandemi COVID-19. Pentingnya blended learning itu agar proses belajar mengajar tetap berjalan mendekati ideal. Dan yang terpenting adalah menghindari learning loss di tengah pandemi.

Pengertian learning loss yakni suatu keadaan dimana setiap hilangnya pengetahuan dan keterampilan khusus atau umum, atau pembalikan kemajuan akademis. Penyebab paling sering karena kesenjangan yang diperpanjang atau diskontinuitas dalam pendidikan siswa.

Demikian semangat yang muncul dalam webinar bertajuk "Simalakama Pembelajaran Tatap Muka di Jawa Timur", Rabu 2 September 2020. Webinar digelar Jurnalis Sahabat Anak, LPA Tulungagung, Dinas Pendidikan Jatim dan UNICEF.

Pembicara kunci dalam webinar ini adalah Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Jatim Ramliyanto, Kepala Kantor UNICEF Perwakilan Jawa Arie Rukmantara dan Dewan Pendidikan Jatim M Isa Anshori. Juga hadir Winny Isnaini, Fasilitator Nasional Perlindungan Anak.

Webinar dihadiri puluhan peserta, mulai dari kalangan guru, kepala sekolah, kepala cabang dinas di Jatim hingga jurnalis. 

Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Jatim Ramliyanto menjelaskan, learning loss harus dihindari. Jangan sampai ada learning shutdown (kematian pendidikan) meskipun sedang dilanda pandemi COVID-19.

Tentunya Dinas Pendidikan Jatim telah menyiapkan gabungan teknis pembelajaran dan protokol kesehatan. Agar civitas akademik tetap belajar dan mengajar dengan menjaga kesehatan dan terhindar bahaya COVID-19. 

Pembelajaran offline alias tatap muka telah diuji coba, berdasarkan Surat Gubernur Jatim tanggal 9 Agustus 2020. Uji coba pembelajaran tatap muka dilakukan mulai 18 Agustus 2020. Ada sedikitnya 18 ribu siswa yang ambil bagian dalam uji coba itu. Mereka terdiri dari siswa SMA, SMK dan SLB se-Jatim.

Selain banyak sisi positif, ada problem yang muncul dan menjadi bahan evaluasi. Misalnya bagaimana gerahnya siswa dan guru ketika mengenakan faceshield, masker dan sarung tangan. 

Juga bagaimana proses berangkat dan pulang sekolah yang belum terkontrol penuh. "Siapa yang bisa mengontrol siswa tidak mampir-mampir usai pulang sekolah?," kata Ramli.

Pembelajaran tatap muka menjadi penting karena pembelajaran daring alias online yang terus menerus menemui banyak kendala. Misalnya kurangnya peralatan, guru dan siswa masih belum sepenuhnya menguasai teknologi pembelajaran jarak jauh. Juga tingkat kebosanan siswa dan paparan radiasi layar HP atau komputer.

Selain itu, pembelajaran tatap muka di sekolah dinilai masih lebih baik dibanding pembelajaran bersama di kantor desa atau kelurahan. Meski ada guru kunjung ke kantor desa. 

Pembelajaran di kantor desa dengan pengumpulan massa terjadi karena kendala fasilitas internet di rumah, dan pihak kantor desa memberian bantuan. 

"Di kantor desa pembelajaran juga sama seperti di kelas, juga berkumpul, siapa yang garansi tidak terpapar COVID-19. Apalagi belajar di warung kopi. Pembelajaran di sekolah masih lebih baik," ungkap Ramli.

Ramli menegaskan selain pembelajaran tatap muka, pembelajaran daring atau online juga dibenahi. Misalnya harus dilakukan maksimal 3-4 jam pelajaran (@45 menit). Itu agar anak tidak terpapar radiasi terlalu banyak. 

Juga disiapkan sistem atau aplikasi pendidikan yang ramah kuota dan mudah diaplikasikan. Ini penting agar pembelajaran efektif, materi terstruktur dan evaluasi siswa dan guru terkontrol.

Terkait kuota internet, kabar terbarunya akan dibantu oleh Pemerintah Pusat. Sudah ada alokasi anggaran pulsa Rp 7,2 triliun yang disiapkan pemerintah. Selain itu, dana BOS, Bosda dan bantuan perusahaan telekomunikasi juga sudah banyak. 

"Untuk pulsa, sepertinya sudah tidak ada kendala. Malah yang jadi kendala adalah jaringan internet di daerah pedalaman dan kepulauan," kata Ramli.

Untuk subsidi pulsa bagi siswa dari pemerintah pusat, nanti caranya dengan memasukkan nomor telepon siswa ke database Nomor Induk Siswa Nasional (NISN). Dari situ pulsa atau kuota data akan langsung ditransfer.

Ramli menyitir mantan Gubernur Jatim Soekarwo yang menyatakan pentingnya pembelajaran tatap muka atau offline. Sehingga ini menjadi penyemangat semua civitas akademik untuk mencari pola baru pembelajaran tatap muka di masa pandemi.

"Teknologi secanggih apapun tidak akan bisa menggntikan tepukan guru di bahu muridnya, seperti kata Pak Soekarwo," ungkap Ramli.

Sekolah adalah Rumah Anak-anak

Dewan Pendidikan Jatim Isa Anshori menegaskan, dalam situasi apapun pendidikan tidak boleh berhenti. Seperti halnya pasca ledakan bom Hirosima dan Nagasaki di Jepang. Kaisar Jepang tidak bertanya berapa tentara yang masih ada, tetapi didata berapa guru yang tersisa.

"Ini menunjukkan pendidikan harus tetap jalan, dalam kondisi apapun. Dengan cara yang cukup ideal di masa pandemi ini," kata Isa.

Pembelajaran on-off alias blended learning menjadi solusinya. Pembelajaran dilakukan proporsional dengan jarak jauh. Tapi harus juga disediakan ruang interaksi alias tatap muka. Apalagi sekarang ini diberlakukan zonasi. Sehingga jarak rumah dengan sekolah menjadi dekat. 

"Sekolah adalah rumah anak-anak. Maka anak-anak harus dikembalikan ke sekolah. Gimana caranya sekolah aman," kata Isa.

Arie Rukmantara dari Kepala Kantor UNICEF Perwakilan Jawa mengatakan, semua orang harus aman. Kalau tidak, maka orang seluruh dunia tidak aman. Terutama anak-anak haruslah aman dari COVID-19. 

Untuk itu, sistem pembelajaran on-off atau blended learning harus disusun sedemikian rupa agar tetap mengedepankan kesehatan. Sehingga masalah pendidikan dan juga kesehatan ini bisa berjalan seiring. "Pendidikan harus terus berjalan, tapi tetap aman," kata Arie.

Winny Isnaini, Fasilitator Nasional Perlindungan Anak menyampaikan, masalah anak sebelum pandemi adalah gadget addict alias kecanduan perangkat seluler. 

Apalagi sekarang ini di masa pandemi, anak-anak tidak bisa lepas dari android dan kurang hubungan sosial. Tetapi apapun, saat ini TI (teknologi informasi) menjadi kebutuhan masyarakat ke depan.


Sehingga, yang perlu diperbaiki adalah strategi parenting atau cara orang tua mendidik. Bagaimana supaya anak-anak yang mengendalikan IT, bukan dikendalikan TI. "Gangguan kesehatan mata anak sekarang lebih besar lho," katanya. "Jangan lebih dari 4 jam (kalau memakai gawai/perangkat seluler)," sarannya.

Arie dari UNICEF menambahkan, parenting, kesehatan, pendidikan adalah sebuah ekosistem anak yang saling berhubungan. Pandemi COVID-19 ini membuat tiga bidang itu di-restart ulang alias reset. 

Dalam hal parenting, ada sisi positif yang bisa diambil. Misalnya orang tua menjadi dekat dengan anak. Bahkan mereka akhirnya kembali tahu tentang  pelajaran sekolah anak. "Pandemi ini mereset segalanya. Sehingga perlu dicari pola-pola baru dalam belajar, termasuk parenting," sarannya. (*)

Penulis : Yosi Arbianto