Penyakit Lumpy Skin Disease atau Penyakit Lato-lato, Apa itu

penyakit lumpy skin disease atau lato lato

Sapi terinfeksi penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) atau penyakit lato-lato di Morang, Nepal. Tampak benjolan hampir di seluruh tubuh. (Foto: courtesy Yadav (2020) from Jesiaman Silaban BBVet Wates for BATUKITA.com)

BATUKITA.COM-Kota Batu - Penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) atau penyakit lato-lato pada sapi menjadi perhatian menjelang Idul Adha atau Hari Raya Kurban.

Penyakit LSD disebut sebagai penyakit lato-lato karena gejala klinis awal menunjukkan adanya benjolan mirip bola lato-lato pada kulit sapi yang terinfeksi.

Benjolan itu bisa menyebar, menjadi luka kering dan menyebabkan hewan ternak lemah dan kurang produktif.

Menurut para ahli, walaupun mortalitas (angka kematian) penyakit ini dibawah 10 persen, namun morbiditas (tingkat keparahan) yang sering dilaporkan sekitar 45 persen.

Tahun-tahun sebelumnya, yang menjadi perhatian menjelang Idul Adha adalah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak.

Mengutip tulisan Jesiaman Silaban, selaku fungsional di Balai Besar Veteriner Wates, Yogyakarta (BBVet Wates), penyakit lato-lato atau LSD penyakit kulit infeksius.

Penyebabnya adalah Lumpy Skin Disease Virus (LSDV), merupakan virus bermateri genetik DNA dari genus Capripoxvirus dan famili Poxviridae.


Virus ini umumnya menyerang hewan sapi dan kerbau. Belum ada laporan terkait kejadian LSD pada ruminansia lain seperti kambing dan domba.

Penularan LSD secara langsung melalui kontak dengan lesi (kerusakan, kondisi tidak normal) kulit. Namun virus LSD juga diekskresikan melalui darah, leleran hidung dan mata, air liur, semen dan susu.

Penularan juga dapat terjadi secara intrauterine. Secara tidak langsung, penularan terjadi melalui peralatan dan perlengkapan yang terkontaminasi virus LSD seperti pakaian kandang, peralatan kandang, dan jarum suntik.

Penularan secara mekanis terjadi melalui vektor. Antara lain nyamuk (genus aedes dan culex), lalat (Stomoxys sp, Haematopota spp, Hematobia irritans), migas penggigit dan caplak (Riphicephalus appendiculatus dan Ambyomma heberaeum).


Awal Ditemukan di Afrika

LSD pertama kali dilaporkan di Zambia, Afrika pada 1929 dan terus menyebar di benua Afrika, Eropa dan Asia.

Pada 2019, LSD dilaporkan di China dan India, lalu setahun setelahnya dilaporkan di Nepal, Myanmar dan Vietnam.

Pada tahun 2021, LSD telah dilaporkan di Thailand, Kamboja dan Malaysia. Menurut penulis, pada 2021 penyakit ini belum ditemukan di Indonesia.


Gejala

Masa inkubasi LSD berkisar antara 1-4 minggu. Mortalitas penyakit ini dibawah 10 persen, namun morbiditas yang sering dilaporkan sekitar 45 persen.

Gejala klinis LSD dipengaruhi oleh umur, ras dan status imun ternak. Tanda klinis utama LSD adalah lesi kulit berupa nodul (benjolan) berukuran 1-7 cm. benjolan ini biasanya ditemukan pada daerah leher, kepala, kaki, ekor dan ambing.

Pada kasus berat benjolan-benjolan dapat ditemukan di hampir seluruh bagian tubuh.

Munculnya benjolan pada kulit biasanya diawali dengan demam hingga lebih dari 40,5 derajat Celcius.

Benjolan pada kulit tersebut jika dibiarkan akan menjadi luka mengering dan meluas.

Tanda klinis lainnya yaitu sapi lemah, adanya leleran hidung dan mata, pembengkakan limfonodus subscapula dan prefemoralis, serta dapat terjadi oedema pada kaki.

Selain itu, LSD juga dapat meyebabkan abortus, penurunan produksi susu pada sapi perah, infertilitas dan demam berkepanjangan.

Hingga saat ini belum ada pengbobatan khusus terhadap LSD. Pengobatan untuk LSD bersifat symptomatik untuk mengobati gejala klinis yang muncul. Juga menggunakan teknik pengobatan suportif untuk memperbaiki kondisi tubuh ternak terinfeksi.

Langkah pencegahan secara spesifik dilakukan dengan vaksinasi. Sebagian besar vaksin LSD adalah live attenuated, namun juga tersedia dalam bentuk inaktif.

Baca pula: Apa Itu Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Mari Kita Pahami

Vaksinasi untuk daerah bebas LSD seperti Indonesia tidak dilakukan. Namun kewaspadaan terhadap penyakit LSD di Indonesia perlu ditingkatkan.

Caranya dengan memperkuat sistem surveilans deteksi dini penyakit, memperketat pemeriksaan lalu lintas hewan, dan meningkatkan kapasitas pengujian dan diagnosis penyakit LSD. (#)

Yosi Arbianto