Ringkasan Kerajaan Kediri: Berdiri, Raja, Karya dan Runtuh

peninggalan purbakala kediri

Ringkasan sejarah kerajaan Kadiri meliputi awal berdiri, raja, karya sastra dan runtuhnya Kadiri. Tampak tugu batas diduga peninggalan purbakala yang ditemukan di Desa Kayunan, Plosoklaten, Kediri Jawa Timur, 9 Januari 2024. (Foto: courtesy PASAK Kadhiri for BATUKITA.com)

BATUKITA.COM-Kediri - Beragam benda purbakala ditemukan di wilayah Kabupaten Kediri, Jawa Timur dalam lima tahun terakhir.

Yang terbaru adalah penemuan tugu tapal batas di Desa Kayunan, Plosoklaten, Kediri Jawa Timur, 9 Januari 2024.

Akankah penemuan tugu ini menambah koleksi benda purbakala peninggalan Kerajaan Kadiri atau Kerajaan Panjalu?

Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jawa Timur di Mojokerto akan melakukan penelitian di lokasi Kayunan.

Menunggu hasil penelitian itu, berikut ringkasan sejarah kerajaan Kadiri meliputi awal berdiri, raja, karya sastra dan runtuhnya Kadiri. Salah satu referesni dari Suwanto (2002), Sejarah Nasional dan Umum.

Berdirinya Kerajaan Kadiri

Airlangga (penerus dinasti Isyana) pendiri sekaligus raja Kerajaan Kahuripan bermaksud menyerahkan kekuasaan kepada putri sulungnya Sanggramawijaya (Kili Suci).

Namun, Dewi Kilisuci menolak karena memilih menjadi seorang bhiksuni.

Maka pada 1041M,  Airlangga minta bantuan Mpu Barada untuk membagi Kerajaan Kahuripan menjadi dua.

Hal ini dimaksudkan untuk menghindari perebutan kekuasaan di antara putranya.

Kerajaan Kahuripan dibagi dua menjadi Panjalu dan Jenggala.

Panjalu diberikan kepada Samara Wijaya dengan ibukota Daha.

Jenggala diberikan kepada Panji Garasakan dengan ibukota di Kahuripan.

Pada 1044M - 1052M terjadi perang saudara di antara kedua kerajaan tersebut.

Panjalu dalam pemerintahan Jayeswara pada 1104 M mencapai kemenangan.

Jayeswara kemudian menggabungkan kedua kerajaan tersebut menjadi Kerajaan Kadiri.


Raja-Raja Kerajaan Kadiri

Pendiri dan raja pertama Kerajaan Kadiri adalah Jayeswara. Ia berkuasa cukup lama dan banyak membawa kemajuan di Kadiri.

Raja-raja Kadiri setelah Jayeswara secara berturut-turut sebagai berikut.
  1. Bameswara (1115-1130M),
  2. Jayabhaya (1130-1160M).
  3. Sarweswara (1160-1170M).
  4. Aryeswara (1170-1180M),
  5. Sri Gandra (1180-1190M).
  6. Sringga/Kameswara (1190-1200M), dan
  7. Kertajaya (1200-1222M).

Di antara raja-raja tersebut di atas, yang paling terkenal adalah Jayabhaya.

Jayabhaya dikenal sebagai raja terbesar di Kediri. Jayabhaya dikenal juga sebagai pujangga.

Hasil karya Jayabhaya yang hingga kini masih populer di masyarakat Jawa adalah Ramalan Jayabhaya.

Kemajuan budaya yang menonjol adalah bidang sastra. Zaman kebesaran Kediri banyak lahir pujangga yang menghasilkan banyak karya kesusastraan.

Karya-karya sastra tersebut antara lain:
  1. Kresnayana, karya Mpu Triguna. Isi buku ini menceritakan perkawinan Kresna dengan Dewi Rukmini.
  2. Smaradhana, karya Mpu Dharmaja. Isi buku ini menceritakan kelahiran Ganesa serta hukuman yang ditujukan kepada Kamajaya dan Dewi Ratih, karena menggoda Syiwa sedang bertapa.
  3. Bharatayuda, karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Isi buku ini menceritakan perang saudara antara Pandawa dan Kurawa.
  4. Uhabdaka, karya Mpu Tanakung. Isi buku ini menceritakan mengenai seorang pemburu yang taat dan setia pada Syiwa, maka ia dapat masuk surga.

Berakhirnya Kerajaan Kediri

Raja terakhir Kediri adalah Kertajaya (1200-1222). Kertajaya dikenal sebagai Raja Kediri yang paling lemah dan berbuat kejam terhadap para Brahmana.

Akhirnya banyak Brahmana yang melarikan diri ke Tumapel (wilayah Malang) minta perlindungan Ken Arok.

Kertajaya tetap mengejar ke Tumapel dan minta pada Ken Arok agar para Brahmana tersebut diserahkan kepadanya.

Ken Arok dengan tegas menolak permintaan Kertajaya tersebut, sehingga muncul peperangan yang berlangsung cukup seru.

Dalam pertempuran di Desa Ganter, (wilayah sekitar Ngantang, Kabupaten Malang), Kertajaya tewas oleh Ken Arok. Maka berakhirlah Kerajaan Kadiri pada 1222 masehi. (#)

Ardi Nugroho