Pemerintah segera memungut cukai untuk minuman manis dalam kemasan, misalnya kopi manis. Sedangkan kopi pahit saset atau botol bebas cukai. (Foto: courtesy pinterest for BATUKITA.com)
BATUKITA.COM-Malang - Pemerintah segera mengenakan pungutan cukai untuk minuman manis dalam kemasan.
Sebaliknya, minuman yang tidak manis atau tanpa pemanis dalam kemasan, tidak dipungut cukai. Misalnya kopi pahit dalam kemasan saset atau botol.
Pemerintah beralasan salah satu dasar pungutan cukai itu untuk mengendalikan peredaran minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang berpotensi memicu obesitas dan diabetes.
Direktur Teknis dan Fasilitas, Dirjen Bea Cukai Kemenkeu, Iyan Rubianto mengatakan ada dua kelompok yang akan terkena cukai.
Yakni minuman siap saji dan konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran.
Minuman siap saji yang akan dikenakan cukai adalah sari buah kemasan dengan tambahan gula. Lalu minuman berenergi, minuman lainnya seperti kopi, teh, minuman berkarbonasi dan lainnya.
Termasuk minuman spesial Asia seperti larutan penyegar.
"Ruang lingkupnya adalah jus buah, sari buah, minuman berenergi, minuman lainnya, seperti kopi dan teh. Kopi kalau mengandung gula. Kalau tidak mengandung gula ya tidak kena (cukai),” kata Iyan.
Pernyataan itu muncul dalam Kuliah Umum Menggali Potensi Cukai yang digelar Jumat 19 Juli 2024 di PKN STAN, dikutip BatuKita Rabu, 24 Juli 2024.
Iyan menjelaskan, konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran yang dikenakan cukai adalah produk berbentuk bubuk. Misalnya kopi saset, bentuk cair seperti sirop, kental manis, dan yang berbentuk padat seperti effervescent.
"Pengenaan cukai atas sejumlah produk tersebut untuk mengendalikan konsumsi MBDK di masyarakat yang berpotensi menyebabkan obesitas dan diabetes,” tegasnya.
Data diabetes melitus tipe 2 di Indonesia meningkat 74 persen dari 5,2 juta pada 2018 menjadi 9,1 juta pada 2022.
Kemudian, total biaya klaim pasien diabetes melitus pada periode 2018 hingga 2022 juga meningkat sebesar 26 persen dari Rp 1,5 triliun menjadi Rp 2 triliun.
Sebaliknya, minuman yang tidak manis atau tanpa pemanis dalam kemasan, tidak dipungut cukai. Misalnya kopi pahit dalam kemasan saset atau botol.
Pemerintah beralasan salah satu dasar pungutan cukai itu untuk mengendalikan peredaran minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang berpotensi memicu obesitas dan diabetes.
Direktur Teknis dan Fasilitas, Dirjen Bea Cukai Kemenkeu, Iyan Rubianto mengatakan ada dua kelompok yang akan terkena cukai.
Yakni minuman siap saji dan konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran.
Minuman siap saji yang akan dikenakan cukai adalah sari buah kemasan dengan tambahan gula. Lalu minuman berenergi, minuman lainnya seperti kopi, teh, minuman berkarbonasi dan lainnya.
Termasuk minuman spesial Asia seperti larutan penyegar.
"Ruang lingkupnya adalah jus buah, sari buah, minuman berenergi, minuman lainnya, seperti kopi dan teh. Kopi kalau mengandung gula. Kalau tidak mengandung gula ya tidak kena (cukai),” kata Iyan.
Pernyataan itu muncul dalam Kuliah Umum Menggali Potensi Cukai yang digelar Jumat 19 Juli 2024 di PKN STAN, dikutip BatuKita Rabu, 24 Juli 2024.
Iyan menjelaskan, konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran yang dikenakan cukai adalah produk berbentuk bubuk. Misalnya kopi saset, bentuk cair seperti sirop, kental manis, dan yang berbentuk padat seperti effervescent.
"Pengenaan cukai atas sejumlah produk tersebut untuk mengendalikan konsumsi MBDK di masyarakat yang berpotensi menyebabkan obesitas dan diabetes,” tegasnya.
Data diabetes melitus tipe 2 di Indonesia meningkat 74 persen dari 5,2 juta pada 2018 menjadi 9,1 juta pada 2022.
Kemudian, total biaya klaim pasien diabetes melitus pada periode 2018 hingga 2022 juga meningkat sebesar 26 persen dari Rp 1,5 triliun menjadi Rp 2 triliun.
Sebelumnya, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Dirjen Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan pemerintah melihat adanya ruang untuk menerapkan MBDK pada 2024.
"Dengan momentum pemulihan ekonomi Indonesia yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 sebesar 5,31 persen, memberikan ruang fiskal bagi pemerintah untuk memberlakukan kebijakan cukai terhadap plastik dan MBDK di Tahun 2024," kata Nirwala. (#)
John
"Dengan momentum pemulihan ekonomi Indonesia yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 sebesar 5,31 persen, memberikan ruang fiskal bagi pemerintah untuk memberlakukan kebijakan cukai terhadap plastik dan MBDK di Tahun 2024," kata Nirwala. (#)
John