Satu dari Tiga Orang Asia Tenggara Kena Tipu Online

grafik rata-rata korban penipuan online

Grafik rata-rata korban penipuan online yang dialami pengguna aktivitas online di 2019 (Foto: AppsFlyer 2019 for BATUKITA.com)

BATUKITA-Singapura - Satu dari tiga orang di Asia Tenggara pada 2020 pernah mengalami penipuan online. Pengalaman itu terjadi di tengah booming aktivitas online, seperti e-commerce dan kerja jarak jauh yang dipicu oleh pandemi COVID-19.

Kesimpulan itu tercantum dalam sebuah laporan yang dikumpulkan oleh ADVANCE.AI, sebuah perusahaan AI (artificial intelligence) dan big data terkemuka di Asia. BatuKita mendapatkan kiriman laporan itu dari ADVANCE AI.

Perusahaan ini lebih lanjut mengidentifikasi, penipuan online dan kenaikan utang macet sebagai dua risiko teratas perusahaan yang dihadapi di pasar Asia Tenggara. Yakni di negara Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam dan Singapura.

Pada 2019, Asia Tenggara kehilangan US$ 260 juta akibat penipuan digital. Laporan tersebut menemukan 71 persen penipuan online berasal dari pencurian identitas. Lalu 66 persen dari aktivitas phishing dan 63 persen dari penipuan akun. 
 
Baca pula: 45 Persen Konsumen Indonesia Kecewa Situs eCommerce

Tiga jenis kejahatan penipuan teratas ini sebagian besar disebabkan oleh ketidakefisienan dalam verifikasi identitas. Juga karena kurangnya kewaspadaaan terhadap kredit dan tingkat kepercayaan perusahaan digital.

Termasuk karena biaya tinggi dan inkonsistensi terhadap alat atau metode penerapan anti-penipuan.

Kawasan Asia Tenggara diprediksi menjadi zona ekonomi terbesar keempat pada 2030. Asia Tenggara adalah salah satu kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Sehingga yang perlu diwaspadai, menjadikannya sasaran empuk untuk penipuan online.

Bernardi Susastyo, Chief Commercial Officer ADVANCE.AI, mengatakan, COVID-19 telah mengubah cara orang di Asia Tenggara hidup, bekerja, dan menjalankan bisnis mereka.

"Penjahat penipu juga telah menyesuaikan taktik mereka untuk mengeksploitasi perubahan tersebut, serta proses dan alat yang biasa digunakan," katanya.
 
Baca pula: Ini Penyebab Akun Instagram Terblokir Tanpa Pemberitahuan

Untuk itu bisnis perlu menilai kesiapan mereka untuk mengelola risiko penipuan online dan memanfaatkan kekuatan big data, teknologi AI, dan teknologi penilaian risiko canggih lainnya. Yakni untuk membantu mereka melindungi aset mereka dengan lebih baik dan mempromosikan ekonomi yang lebih besar. (*)

Yosi Arbianto