Belajar Bahasa Indonesia, Ingat Raja Ali Haji dari Pulau Penyengat

raja ali haji bapak bahasa indonesia

Nama Raja Ali Haji tercatat sebagai orang paling berjasa dalam mengumpulkan, membukukan dan menuturkan Bahasa Melayu, induk Bahasa Indonesia. Ia pun telah mendapat gelar Bapak Bahasa Indonesia. (Foto: wikipedia) 

BATUKITA.COM-Kota Batu - Para ahli bahasa telah sepakat bahwa Bahasa Indonesia asal muasalnya dan berkembang dari Bahasa Melayu.

Meski berdasarkan penelitian Summer Institute of Linguistics, Indonesia memiliki 719 bahasa daerah, dan 707 di antaranya masih aktif.

Semenjak dahulu, Bahasa Melayu sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) di Kepulauan Nusantara, dan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.

Kongres II Bahasa Indonesia pada 1954 di Medan, salah satu isinya menetapkan Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu.

Darimana asal Bahasa Melayu sebagai induk Bahasa Indonesia? Siapa yang berjasa membukukannya dan membakukan (standarisasi) untuk pertama kali?

Nama Raja Ali Haji tercatat sebagai orang paling berjasa dalam mengumpulkan dan membukukan Bahasa Melayu, induk Bahasa Indonesia. Ia pun telah mendapat gelar Bapak Bahasa Indonesia.

Raja Ali Haji merupakan pencipta gubahan syair Gurindam 12 asal Pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau pada 1847.


Diolah dari tulisan Nikolas Panama, syair berisi nasihat itu menggunakan Bahasa Melayu, yang sama dengan Bahasa Indonesia saat ini.

Raja Ali Haji juga menulis dua buku penting dalam sejarah perkembangan Bahasa Indonesia. Yakni Kitab Pengetahuan Bahasa dan Bustan Al Katibin.

Kitab Pengetahuan Bahasa merupakan cikal bakal lahirnya Kamus Besar Bahasa Indonesia. Sedangkan Kitab Bustan Al Katibin berisi penataan ejaan yang benar dari bahasa, yang kemudian dikenal sebagai Ejaan Yang Disempurnakan.

Presiden Indonesia Kiai Haji Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengatakan Pemerintah Republik Indonesia mengakui jasa Raja Ali Haji dalam "menciptakan" bahasa nasional.

Gur Dur mengungkapkan itu ketika membuka Temu Akbar I Thariqat Mu’tabarah se-Sumatera, di Masjid Agung Annur, Pekanbaru, Provinsi Riau, pada Sabtu, 29 April 2000.

Lalu Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Raja Ali Haji pada 10 November 2004. Raja Ali Haji kemudian dikenal sebagai Bapak Bahasa Indonesia.

Mengenal Raja Ali Haji

Memetik kembali publikasi Dinas Kebudayaan Provinsi Kepulauan Riau berjudul Kisah Raja Ali Haji, cerita hidupnya layak diteladani.

Raja Ali Haji lahir pada 1808 di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau. Meski lahir di Riau, Ia merupakan keturunan Bugis.
 
masjid di pulau penyengat
Masjid di pulau Penyengat (Foto: Indonesia 500 Early Postcard by Leo Haks & Steven Wachlin, publisher: Archipelago Press Singapore (2004) via rajaalihaji com for BATUKITA.com)
 
Kakeknya Raja Haji salah satu pahlawan Melayu-Bugis ternama, yang pernah menjabat Yamtuan Muda (atau Perdana Menteri ke-4 (dalam Kesultanan Johor-Riau).

Kakeknya itu yang membuat Kesultanan Johor Riau maju pesat sehingga menjadi pusat perdagangan dan kebudayaan.

Darah sastrawan Raja Ali Haji menurun dari ayahnya, Raja Ahmad, salah satu dari putra Raja Haji.

Sang ayah, Raja Ahmad adalah pangeran Riau pertama yang pergi haji. Ia merupakan orang pertama yang menyusun epos yang melukiskan sejarah orang Bugis di Melayu dan hubungannya dengan Raja-Raja Melayu.

Sejak masih anak-anak, Raja Ali haji seringkali mengikuti perjalanan ayahnya ke berbagai daerah untuk berdagang dan termasuk pergi haji.

Berbekal pengalaman ini, Raja Ali Haji tumbuh menjadi pemuda berwawasan luas.

Raja Ali Haji mendapatkan pendidikan dasarnya dari lingkungan istana Kerajaan Riau di Pulau Penyengat. Ia mendapat didikan dari tokoh-tokoh terkemuka yang datang dari berbagai daerah.

Waktu itu di Pulau Penyengat banyak berdatangan ulama dan bangsawan dari berbagai negeri meramaikan pusat kebudayaan Melayu. Mereka datang dalam kaitan dengan pengkajian ajaran Islam. Mereka datang dan berdomisili di Riau untuk mengajar dan belajar.


Para ulama berdatangan ke Riau karena di Riau-lah pada masa itu bahasa dan kesustraannya dipelihara dan dikembangkan secara bersemangat dan menyentuh semua kalangan.

Dalam hal itu tentu saja anak-anak dari kaum kerajaan yang mendapat kesempatan pertama dan terpilih untuk menikmati pendidikan. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Raja Ali Haji dengan sebaik-baiknya.

Pada 1821, Raja Ahmad ayahanda Raja Ali Haji, berencana menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu fiqih dan bahasa bersama dengan Raja Ali kecil dan beberapa sanak saudaranya.

Waktu itu usia Raja Ali Haji memasuki 13 tahun. Sebelum itu, Raja Ahmad beserta rombongannya terlebih dahulu bertolak ke tanah Jawa untuk berniaga.

Dalam perjalanannya ke tanah Jawa, Raja Ali Haji banyak menemui ulama guna memperdalam pengetahuan Islamnya terutama ilmu fiqih.

Selain dapat memperdalam ilmu pengetahuan keislaman, Raja Ali Haji juga banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan dari pergaulannya dengan sarjana-sarjana kebudayaan Belanda .

Raja Ali Pulang ke tanah Riau setelah menuntut ilmu di tanah Arab. Ia telah mempelajari banyak ilmu fiqih dan ilmu Bahasa Arab.

Waktu demi waktu Raja Ali tiada henti untuk mempelajari dan menulis buku. Syair Abdul Muluk (1847), Gurindam Dua Belas (1847), Tuhfat Al-Nafis (1865) contoh kecil karya nyata seorang Raja Ali.

Raja Ali Haji wafat berkisar tahun 1872-1873 di Pulau Penyengat. Ia dikenal luas sebagai ulama, sejarawan, pujangga abad 19.

Ia adalah pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku pedoman bahasa. Raja Ali Haji dengan kemampuan intelektualnya telah menghasilkan beberapa karya monumental sebagai pengabdian pada bangsa dan negara.

Karyanya mampu menembus zaman dan senantiasa menarik perhatian para cendekiawan untuk mengkajinya. (#)

Yosi Arbianto