Awal dan Corak Pengaruh Islam di Kota Batu - Sejarah Daerah Batu Malang (9)

makam ki ageng gribig

Ki Ageng Gribik dimakamkan di Kedungkandang Kota Malang. Ki Ageng Gribik membawa Islam bercorak Gresik-Demak. Tampak dalam foto peziarah dari majelis salawat Riyadhul Djannah berdoa di makam Ki Ageng Gribik. (Foto: Majelis Salawat Riyadhul Jannah for BATUKITA.com)

BATUKITA, Kota Batu - Pengaruh Islam berembus ke wilayah Batu tidak bisa lepas dari proses menyebarnya Islam di kawasan Malang Raya. Awal pengaruh Islam di Malang Raya bisa diperkirakan dari jatuhnya kerajaan Sengguruh pada 1.545 masehi. Kerajaan Sengguruh adalah kerajaan bercorak Hindu-Buddha terakhir di Jawa Timur.

Sebelumnya, Kerajaan Majapahit yang berpusat di Trowulan Mojokerto juga telah runtuh pada 1.478 masehi oleh Kesultanan Islam Demak. Raja Majapahit terakhir yang pindah ke Daha (kediri) yakni Girindrawardhana Dyah Ranawijaya (1.486 masehi), juga sudah tunduk kepada Kesultanan Islam Demak pimpinan Raden Patah.

Drs M Dwi Cahyono M.Hum dalam Sejarah Daerah Batu, Rekonstruksi Sosio-Budaya Lintas Masa (2011) memperkirakan, Kerajaan Sengguruh runtuh sekitar 1.545. Keruntuhan itu akibat serangan balasan pasukan Kasultanan Demak yang dipimpin Sultan Trenggono. Kesultanan Demak dibantu oleh Kesultanan di Giri (Gresik). Sebelumnya, pada 1.535 pasukan Kerajaan Sengguruh menyerang Lamongan dan Giri, serta mendudukinya sekian lama.

Kerajaan Sengguruh itu diyakini berpusat di wilayah Desa Sengguruh yang letaknya di sebelah selatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Desa Sengguruh dilalui oleh Sungai Brantas dan kini punya waduk bernama Waduk Sengguruh.

Letak Kerajaan Sengguruh di Desa Sengguruh itu dibenarkan oleh H.J. de Graaf dan Pigeaud (1985) yang melokasikan kerajaan Sengguruh ada di sub DAS Brantas sebelah selatan Malang. Bukti pendukung lainnya, di Desa Kranggan dan Desa Jenggolo, desa sekitar Sengguruh, ditemukan artefak masa Hindu-Buddha. Salah satu artefak menyatakan desa sekitar Sengguruh ditetapkan sebagai desa perdikan (bebas atau pengurangan pajak).

Salah satu tokoh Islam legendaris yang membantu perang pengaruh dan perang fisik antara Kesultanan Demak-Giri dengan Kerajaan Sengguruh adalah Ki Ageng Gribik. Tokoh Ki Ageng Gribik murid dari Syekh Menganti, paman Sunan Giri. Dwi Cahyono menegaskan Ki Ageng Gribik menyebarkan Islam di Malang (sebelah barat Gunung Buring) sebelum dan setelah runtuhnya Kerajaan Sengguruh.

Meski sebagai pionir penyebaran Islam di Malang Raya, Ki Ageng Gribik tidak serta merta membuat Islam segera meluas. Itu karena pengaruh Hindu-Buddha masih kuat di masyarakat Malang Raya.

Jejak Islam lainnya di Malang Raya abad XV tertulis dalam Babad Tanah Jawi Psisiran. Menurut Dukut Imam Widodo dalam Malang Tempo Doeloe (2006), naskah ini disimpan oleh Syamsuddhuha, seorang dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kitab beraksara Arab Pegon ini memuat surat dari seorang saudagar Mesir kepada istrinya di Malang. Ada kalimat: Ila zaujati al mahbubati fi Malang (kepada istriku tercinta di Malang). Ini menandakan pada abad ke-15, sudah ada orang asing beragama Islam di Malang.

Momentum pendudukan Mataram Islam atas wilayah Malang pada 1.614 makin menguatkan proses islamisasi di Malang Raya. Corak islamisasi dari Mataram ini bersifat "abangan". Warna abangan ini muncul karena ada persinggungan dan akulturasi budaya Hindu-Buddha yang telah tertanam di masyarakat puluhan abad, dengan Islam yang datang kemudian.

Selain pengaruh dari Kerajaan Mataram Islam, masuknya Islam ke Malang, terutama Malang sebelah barat (termasuk daerah Batu) juga berasal dari pasukan Trunojoyo. Pasukan Trunojoyo mendirikan benteng terakhir di Ngantang (sebelah barat Kota Batu). Trunojoyo dan pengikutnya akhirnya kalah oleh serangan Kompeni Belanda pada 1.679. Itu membuat para pengikutnya menyebar (termasuk ke wilayah Batu) dan turut menyebarkan Islam.

Pengaruh Islam lainnya datang ke Malang dari para pengikut Untung Surapati dari Pasuruan. Mengingat Untung Surapati adalah Adipati Wiranegara di Pasuruan yang membawahi Malang pada 1.686-1.707. Islam dari Pasuruan ini lebih condong bercorak Demak dan Giri (Gresik). Karena Kesultanan Demak era Sultan Trenggono telah menakhlukkan kerajaan Gamda di Pasuruan yang bercorak Hindu-Buddha.

Islamisasi bercorak "abangan" kembali masuk ke Malang dari pengikut Pangeran Diponegoro pada 1.830 an. Para eks pasukan Diponegoro ini menyebar ke berbagai wilayah di Malang Raya. Di Singosari ada nama Hamimuddin, pendiri pondok pesantren di Dukuh Bungkuk sekaligus menantu KH Thohir. Lalu di daerah Batu ada nama Raden Rojoyo alias Abu Ghonaim alias Mbah Wastu. (bersambung)

Penulis: Ardi Nugroho
Editor: Yosi Arbianto

Baca juga: