Sebagian Nama Pahlawan saat Agresi Militer Belanda - Sejarah Daerah Batu Malang (19)

abdul manan wijaya dari pujon

Sebagian nama pahlawan Kota Batu sekitarnya yang pantang menyerah dalam masa perang kemerdekaan (Agresi Belanda I dan II). Mayor Abdul Manan (belakang) ketika gencatan senjata Agustus 1949 (Foto: courtesy Nurhadi & Sutopo dalam Perjuangan Total Brigade IV for BATUKITA.com)

BATUKITA.COM-Kota Batu - Banyak nama pahlawan Kota Batu sekitarnya yang pantang menyerah dalam masa perang kemerdekaan (Agresi Belanda I dan II). Beberapa nama gugur sebagai pahlawan karena aksi gerilya mereka.

Nama pertama tentu adalah Abdul Manan Wijaya, pimpinan Batalyon Naga Hitam Resimen 38 yang bermarkas di Pujon. Bersama pasukannya, Abdul Manan bergerilya dengan melancarkan serangan sporadis kepada Belanda.

Lalu ada nama Kasan Kaiso, masyarakat biasa. Dia beserta tiga belas rekannya hampir tiap malam bergerilya di Jambe Dawe (kini Hotel Kartika Wijaya). Saat itu Jambe Dawe adalah salah satu markas Belanda.

Hanya bersenjatakan tiga pucuk senapan angin dan bambu runcing, mereka bergerilya untuk mengancam nyawa pasukan Belanda.

Kasan Kaiso dan kawan-kawan akhirnya meninggal dalam pertempuran di dekat persembunyian di eks Goa Jepang di Dukuh Kletak, Temas. Dalam pertempuran itu, dari tiga belas orang pejuang, hanya tinggal tiga orang yang berhasil lolos.


Muncul pula nama Sahar, seorang pejuang yang sangat pemberani. Sahar berjuang dengan cara menjadi spesialis mencari dan mencuri senjata Belanda. Tidak terkecuali mencuri senjata yang terdapat di Jambe Dawe yang notabene markas Belanda.

Akibat aksinya itu, Sahar menjadi DPO pasukan Belanda selama setahun lebih. Meski akhirnya berhasil ditangkap dan kemudian ditembak mati di Ngaglik malam hari pukul 22:00 WIB tahun 1949 dalam usianya yang ke-49 tahun.

Demikian dikutip dari Drs M Dwi Cahyono M.Hum dalam Sejarah Daerah Batu, Rekonstruksi Sosio-Budaya Lintas Masa (2011).

Pejuang lainnya yang juga ahli "mencuri" amunisi adalah Kadir Rosyidi. Ia juga bertugas sebagai pencari info kekuatan lawan.

Kadir berjuang dengan cara turut mencarikan peluru untuk tentara Republik. Ia sering menyamar sebagai tukang kebun dan pembersih mesin diesel pada gudang amunisi.

Dari penyamaran itu, ia mengetahui di gudang senjata tersimpan peluru, granat dan "bom bakar".

Kadir juga berhasil mendapatkan informasi tentang kekuatan pasukan Belanda yang berada di enam pos. Antara lain di Fruphus, Turus, dan Gedung Selecta (kini Hotel Santoso).

Dari informasi itu, dipilihlah tempat-tempat gerilya para pejuang kemerdekaan di wilayah Batu yang kebanyakan di wilayah Batu bagian utara.

Antara lain di Sumber Gondo, Pager Gunung (Gunungsari-Punten), Bumiaji, Pandanrejo serta di Dukuh Kletek (Kelurahan Temas).

Pemilihan lokasi gerilya di Batu Utara karena pos-pos Belanda di sana pertahanannya lebih lemah dibanding markas militer, yang tentu sangat kokoh pertahanannya.

Kekuatan pasukan Belanda di Batu sekitar 1 kompi, terdiri dari 3 peleton, atau sekitar 100 orang KNIL.

Terdaftar pula nama Munif, seorang pejuang di wilayah Dukuh Jeding (Desa Junrejo). Munif akhirnya tertembak di bagian kepalanya usai salat di masjid.

Ada nama Ikhwan Hadi, seorang pejuang yang gugur di perbatasan Batu Utara pada 1947. Ia meninggal tatkala menghadang laju pasukan Belanda yang hendak memasuki Batu lewat jalur utara.


Pejuang lainnya adalah Salam. Ia meninggal karena tertembak di jembatan Brantas (kini dekat Hotel Tawangago) ketika menghadang pasukan Belanda.

Adapun Rusman terkena mortir yang ditembakkan ke Punten.
 
Pertempuran yang berlangsung di Sisir menewaskan pejuang bernama Diran. Lalu di pertempuran di Pesanggrahan menewaskan pejuang bernama Samadi serta Sayid.

Lalu ada nama Bedjo bersama delapan orang rekannya. Dari tradisi lisan masyarakat, Bedjo berjuang di wilayah Kaliputih, Sisir Kota Batu. Mereka tewas saat melawan Belanda di masa agresi militer.

Pejuang kemerdekaan di Batu tidak hanya sebatas kaum pria, ada pula para wanita.

Misalnya, Moechtien Sriwasti, yang berjuang lewat korps Palang Merah Indonesia (PMI).

Disamping itu terdapat barisan Pemuda Putri Indonesia (PPI) yang bermarkas di Punten. Pada waktu itu anggotanya mencapai 50 orang. Salah seorang di antaranya bernama Rukiati.

Ada juga yang bergabung di dalam Barisan Putri Republik Indonesia (BPRI), atau disebut de-Barisan Srikandi. Astoeni adalah salah seorang anggotanya.

Dalam hal kelaskaran, peran Laskar Hisbullah di Batu tak bisa dikesampingkan. Ada juga kelompok pejuang yang menamai diri “Pemuda Republik Indonesia" dengan basis di daerah Punten.

Pada masa Agresi Militer Belanda I yang dimulai 27 Juli 1947 hingga Agresi MIliter Belanda II (19 Desember 1948-7 Mei 1949), Batu, Pujon hingga Ngantang merupakan medan perjuangan masyarakat, TNI dan laskar rakyat. Nama-nama yang tercatat itu hanya sebagian kecil dari seluruh pejuang yang ada di Batu dan sekitarnya dalam perang kemerdekaan. (bersambung)
 
Ardi Nugroho
 
Baca juga: