Sejarah Daerah Batu Malang (1): Awal Mula Kehidupan Manusia di Daerah (Kota) Batu

beliung persegi yang diketemukan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. (Foto: cagarbudaya kemdikbud RI)

Salah satu contoh bentuk beliung persegi yang banyak diketemukan di wilayah Indonesia pada Masa Bercocok Tanam (neolitikum). Yang tampak pada foto adalah beliung persegi yang diketemukan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. (Foto: cagarbudaya kemdikbud RI)

BATUKITA, Kota Batu - Petunjuk waktu tentang awal mula permukiman manusia di daerah Batu-Malang diketahui dari data artefaktual (benda bersejarah) dan dari data ekofaktual (data ekologi).

Dari data artefaktual, diperkirakan permukiman awal daerah Batu-Malang dimulai semenjak zaman prasejarah Masa Bercocok Tanam (masuk masa neolitikum, 1.500 SM). Sedangkan berdasarkan data ekofaktual (data ekologi), permukiman di daerah Batu-Malang dimulai jauh dari masa itu, yakni pada zaman prasejarah Kala Plestosen akhir dan awal Kala Holosen.

Zaman prasejarah adalah zaman belum mengenal aksara. Zaman prasejarah dibagi menjadi lima masa. Yakni masa batu tua/paleolitikum (>10.000 tahun yang lalu), masa  batu tengah/mesolitikum (4.500 - 1.900 sebelum masehi), masa batu muda/neolitikum (1.500 SM), masa batu besar/megalitikum (ditandai dengan bangunan-bangunan batu yang besar) dan masa mengenal logam.

Berdasarkan geologi dan ekologinya,  Kala Plestosen adalah suatu kala dalam skala waktu geologi yang berlangsung antara 2.588.000 hingga 11.500 tahun yang lalu. Sedangkan kala Holosen adalah kala dalam skala waktu geologi yang berlangsung mulai sekitar 10.000 tahun radiokarbon (antara 9560 hingga 9300 SM).

Menurut Drs M Dwi Cahyono M.Hum dalam Sejarah Daerah Batu, Rekonstruksi Sosio-Budaya Lintas Masa (2011), petunjuk waktu awal mula permukiman, didekati dari data artefaktual (benda bersejarah) dan data ekofaktual (kondisi alam).

Secara teori, Masa Bercocok Tanam ini masuk era batu muda/neolitikum di zaman prasejarah. Perkiraan tahun masa batumuda/neolitikum adalah 1.500 tahun sebelum masehi (SM).

Penentuan waktu awal permukiman di masa bercocok tanam itu didasarkan atas penemuan artefak, dua buah beliung persegi di daerah Malang. Dwi Cahyono mengutipnya dari Heekern (1979: 169) The Stone Ages of Indonesia. Artefak tradisi neolitikum itu kini menjadi koleksi Museum Nasional Jakarta.

Beliung persegi itu terbuat dari batu, bentuknya persegi panjang, dengan salah satu ujungnya pipih dan diasah dengan maksud agar tajam. Beliung ini pada masa itu adalah alat yang populer untuk bercocok tanam. Bahkan beliung persegi banyak ditemukan di hampir seluruh kepulauan Indonesia bagian barat.

Yang perlu dicatat, tulisan Heekern itu tidak menyebut dengan jelas bahwa dua buah beliung itu ditemukan di wilayah Batu. Hanya diceritakan di daerah Malang. Namun karena saat itu daerah Batu adalah bagian dari Malang, maka temuan itu bisa dipahami untuk dijadikan penentu waktu dimulainya kehidupan manusia prasejarah di daerah Batu-Malang.

Pendekatan data ekofaktual atau pendekatan ekologi juga penting meski tidak terlalu rinci. Pendekatan ekofaktual dilakukan untuk mengetahui kapan daerah Batu-Malang mulai layak dijadikan daerah hunian.  Bahkan kalau melihat kelayakannya, diperkirakan kehidupan prasejarah di Batu-Malang jauh lebih tua.

Dari pendekatan ekofaktual, wilayah Batu-Malang mulai dihuni menjelang akhir Kala Plestosen dan awal Kala Holosen. Sejumlah gunung api (Arjuno, Anjasmoro, Penanggungan, Kawi) berubah status menjadi tidak aktif. Tinggal Gunung Welirang, Semeru dan Kelud.

Danau purba kian mengering, keganasan wilayah Batu-Malang pun mulai berkurang. Daerah ini berangsur-angsur berubah menjadi dataran tinggi Malang. Lalu lembah daerah Batu-Malang yang subur, dilintasi sungai Brantas dan dikelilingi hutan tropis, mulai dijadikan sebagai daerah pertanian.

Yang penting dipahami, penentuan kapan dimulainya kehidupan manusia di Batu-Malang ini adalah waktu relatif (relative dating), bukan waktu pasti (absolute dating). Baik melalui kajian data artefaktual (benda bersejarah) maupun ekofaktual (ekologi) itu. Untuk waktu pastinya (absolute dating), belum ada data otentik langsung yang didapatkan penulis dan sumber-sumber literatur. (bersambung)

Penulis: John
Editor: Yosi Arbianto

Baca juga: