Batu Masa Kemerdekaan - Sejarah Daerah Batu Malang (16)

berita kemerdekaan soeara asia

Berita Kemerdekaan Republik Indonesia itu diperkirakan baru tersebar luas di Kota Batu, Senin 20 Agustus 1945 melalui surat kabar Soeara Asia (Foto: courtesy buguruku.com for BATUKITA.com)

BATUKITA.COM-Kota Batu - Berita Proklamasi Kemerdekaan yang dikumandangkan pada 17 Agustus 1945 tidak langsung sampai ke Batu pada hari yang sama.

Berita Kemerdekaan Republik Indonesia itu diperkirakan baru tersebar luas di Kota Batu, Senin 20 Agustus 1945 melalui surat kabar Soeara Asia. Demikian menurut Andrek Prana, 1995, dalam Batu di Masa Perjuangan.   

Kabar gembira itu baru diketahui tiga hari setelahnya akibat sensor ketat yang dilakukan oleh Jepang terhadap semua perangkat komunikasi, terutama radio.

Sebagai pembanding, di Surabaya berita itu baru didengar pada 18 Agustus 1945 melalui kantor berita Domei, yang berhasil diserobot untuk sesaat oleh sejumlah pemuda yang bekerja di instalasi ini.

Dengan diketahuinya berita kekalahan Jepang, yang kemudian disusul dengan Proklamasi Kemerdekaan RI, terjadilah berbagai peristiwa penting, termasuk di Malang Raya dan Batu khususnya.


Peristiwa yang umum terjadi adalah upaya merebut dan menguasai senjata-senjata dari personel militer Jepang. Lalu ada pembentukan pemerintahan sipil dan keamanan di daerah-daerah. 

Beberapa hari setelah Kemerdekaan RI, atau sekitar 23 Agustus 1945, massa melakukan aksi menyerbu dan menduduki kantor Syucookang (residen) Malang. 
 
Massa menurunkan bendera Jepang dan diganti dengan Sang Saka Merah Putih. Kondisi memanas namun massa yang jumlahnya lebih banyak berada di atas angin. Demikian catatan Nurhadi dan Sutopo dalam Perjuangan Total Brigade IV, pada Perang Kemerdekaan di Karesidenan Malang (1997).
 
Pelucutan senjata tentara Jepang terjadi pada Oktober 1945 tidak disertai dengan perlawanan, bahkan tentara Jepang cenderung pasrah.

Drs M Dwi Cahyono M.Hum dalam Sejarah Daerah Batu, Rekonstruksi Sosio-Budaya Lintas Masa (2011) menerangkan, mula-mula dilakukan pengambilalihan senjata secara damai. Yakni terhadap personel Kempetei di Kota Malang.

Lantas dilanjutkan pelucutan terhadap personel Katagiri (Angkatan Udara Jepang) di Pangkalan Udara Bugis. Kemudian diteruskan pelucutan senjata terhadap personel Angkatan Laut Jepang yang bermarkas di Pujon.

Peralatan dan senjata yang disita antara lain senjata, amunisi, kendaraan tempur, pesawat terbang, peralatan bengkel, alat komunikasi udara, dan perangkat militer lainnya.

Barang-barang itu lalu diserahkan kepada Badan Keamanan Rakyat (BKR) Malang.

Bala tentara Jepang yang telah dilucuti senjatanya itu untuk sementara waktu diamankan ke Malang Selatan, tepatnya di Desa Lebakroto.

Setelah diperiksa oleh Panglima Besar Soedirman pada 28 April 1946, para personel Jepang itu diangkut ke pelabuhan Pasuruan untuk proses pemulangan ke negeri asalnya.

Untuk kepentingan pertahanan dan keamanan pasca kemerdekaan, daerah Batu masuk dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) wilayah Malang.

Pembentukan BKR untuk daerah Malang diadakan di rumah Imam Soedjai (eks Daindan Peta) di Jalan Tenis 28 Kota Malang pada 24 Agustus 1945.

Terpilih sebagai ketua adalah Imam Soedjai. Dalam kepengurusan ini, Abdoel Rachman yang menjadi tokoh Batu ditunjuk sebagai Kepala Polisi Malang.

Hanya berselang dua bulan setelah terbentuknya BKR, pada 5 Oktober 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah tentang pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Awal pembentukan TKR, daerah Malang dan Besuki bernaung di bawah Divisi VIII. Setahun kemudian berubah nama Devisi VII (tujuh) atau diberi nama "Divisi Untung Suropati".

Bertindak sebagai panglima divisi adalah Mayjen Imam Soedjai yang bermarkas di Jalan Suropati Kota Malang. Demikian dicuplik dari Nurhadi dan Sutopo (1997) dalam Perjuangan Total Brigade IV: pada Perang Kemerdekaan di Karesidenan Malang.

Malang Raya masuk dalam Resimen I yang dikomandani oleh Kolonel Arsid Kromodihardjo. Resimen. Wilayah Batu masuk Batalion 2 di bawah pimpinan Mayor Abdoel Manan.

Abdoel Manan adalah eks tentara Pembela Tanah Air (Peta). Pria yang juga seorang guru sekolah ini sekaligus menjabat komandan Sektor II Malang Barat di daerah Pujon.

Semenjak tahun 1945 Abdoel Manan dan keluarganya tinggal Sombro Inn dan Jambe Dawe Batu, yang sekaligus dijadikan markas Batalion II Resimen 1 Devisi VII TKR.

Sementara Gedung Selecta (kini Hotel Santoso) menjadi markas TRIP di bawah pimpinan Mayor Mas Isman.

Setelah pasukan Belanda memasuki Batu pada 1947, Abdoel Manan beserta pasukannya mundur ke Pujon. Ia adalah tokoh pejuang yang ditakuti oleh Belanda ketiga Agresi MIliter I dan II.

Selain Abdoel Manan, pejuang lainnya di Batu adalah Abdoel Rachman. Beliau aktif berjuang sejak Masa Pendudukan Jepang.

Rumahnya yang terletak di dekat terminal (sekarang Plaza Batu) seringkali dijadikan "markas" oleh para pejuang.

Setiap hari Kamis malam Jumat, para pejuang hadir di kediamannya untuk mendengarkan pengajian dari Jakarta melalui siaran radio merek Philips yang dimilikinya sejak 1939.

Kegiatan ini acap diselingi dengan pembahasan soal perjuangan sebagai topik utama. Demikian ungkap Prana dalam halaman 2 bukunya.

Di lingkungan keluarganya, bukan hanya dirinya yang aktif berpejuang, namun juga puteranya, Fakeh, yang mengawali perjuangannya melalui Laskar Hisbullah.

Demikian pula menantunya, Munif, aktif berjuang di masa sesudah dan sebelum kemerdekaan. (bersambung)

Ardi Nugroho
 
Baca juga: